Indonesia menghadapi tantangan besar dalam memerangi tuberkulosis (TBC). Setiap tahun, penyakit ini merenggut nyawa ratusan ribu penduduk, sebuah angka yang jauh lebih besar dari yang disadari banyak orang. Pemerintah mengambil langkah berani dengan menyetujui uji klinis vaksin TBC, yang didukung oleh Bill & Melinda Gates Foundation. Keputusan ini memicu harapan, namun juga menyisakan sejumlah pertanyaan penting.
Langkah ini lebih dari sekadar urusan kesehatan. Pemerintah berupaya memperkuat posisinya di kancah diplomasi kesehatan global, menjalin kerja sama internasional dalam bidang bioteknologi dan farmasi. Dengan memprioritaskan pemberantasan TBC, Indonesia menunjukkan komitmen terhadap target eliminasi TBC yang dicanangkan WHO pada tahun 2030.
Indonesia bukan satu-satunya negara yang menjadi lokasi uji coba. Negara-negara lain seperti Afrika Selatan, Kenya, Malawi, dan Zambia juga terlibat. Negara-negara ini umumnya memiliki kasus TBC tinggi dan merupakan negara berkembang.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan bahwa alasan utama Indonesia bersedia menjadi tempat uji coba adalah karena TBC merupakan penyebab kematian nomor satu akibat penyakit menular di Indonesia. Selain itu, dengan terlibat dalam uji klinis fase 3, Indonesia dapat memahami kecocokan vaksin dengan genetika populasi lokal. Akses terhadap teknologi vaksin juga menjadi keuntungan tersendiri bagi ilmuwan dalam negeri.
Jika vaksin ini berhasil, Indonesia memiliki kapasitas untuk memproduksi vaksin secara massal melalui Biofarma. Produksi cepat dan dalam jumlah besar sangat penting mengingat tingginya angka kasus TBC di Indonesia.
Kebijakan vaksin menjadi bagian dari strategi politik luar negeri dan pembangunan nasional. Keberhasilan dalam pengembangan vaksin akan menempatkan Indonesia sebagai pemain penting dalam isu kesehatan global. Integrasi vaksin ke dalam sistem kesehatan nasional, serta penguatan cakupan kesehatan semesta (UHC) menjadi bagian dari strategi ini.
Pemerintah melibatkan berbagai pihak, termasuk BPOM, ahli epidemiologi, universitas, dan sektor swasta. Pendanaan campuran dari mitra internasional dan filantropi global juga menjadi bagian penting.
Namun, keraguan tetap ada. Transparansi proses uji coba menjadi pertanyaan. Bagaimana pengawasan dilakukan? Siapa yang menjadi subjek uji coba? Apakah pemerintah memiliki kendali penuh atas data dan distribusi vaksin jika berhasil?
Indonesia harus memastikan bahwa uji coba ini dilakukan dengan pengawasan ketat dan berdasarkan prinsip ilmiah. Komunikasi publik yang terbuka dan akuntabel menjadi kunci untuk menjawab keraguan publik.
Uji coba vaksin TBC ini merupakan ujian bagi integritas politik dan keberpihakan pemerintah terhadap rakyat. Apakah ini semata langkah teknokratis, atau bentuk keberanian politik untuk menjadikan Indonesia lebih berdaulat dalam kesehatan publik?