Aktivis lingkungan terkemuka, Greta Thunberg, mengungkapkan pengalamannya mencekam setelah kapal Madleen yang berlayar menuju Gaza diintersepsi oleh Angkatan Laut Israel. Thunberg merasa seperti diculik dan dipaksa dibawa ke Israel tanpa persetujuannya.
"Mereka menculik kami di perairan internasional dan membawa kami ke Israel tanpa izin," ujarnya sesaat setelah tiba di Bandara Charles de Gaulle, Paris, usai dideportasi dari Israel. Ia menambahkan bahwa tindakan ini merupakan pelanggaran HAM yang disengaja dan menambah daftar panjang pelanggaran yang dilakukan Israel.
Namun, aktivis berusia 22 tahun itu menekankan bahwa pengalamannya tidak sebanding dengan penderitaan yang dialami warga Palestina di Gaza.
Dari 12 orang yang berada di kapal Madleen yang membawa bantuan makanan dan perlengkapan, lima aktivis Prancis ditahan karena menolak meninggalkan Israel secara sukarela. Thunberg dideportasi oleh Israel dengan penerbangan komersial menuju Paris.
Menurutnya, fokus utama seharusnya pada tragedi kemanusiaan di Gaza. "Ini bukan cerita yang sebenarnya. Cerita yang sebenarnya adalah genosida yang terjadi di Gaza dan kelaparan sistematis," tegasnya.
Thunberg juga mengecam tindakan Israel sebagai pelanggaran hukum internasional karena menghalangi masuknya bantuan ke Gaza. "Ini adalah misi untuk mencoba sekali lagi membawa bantuan ke Gaza dan mengirimkan solidaritas. Dan kami melihat kami tidak bisa," ungkapnya.
Ia tak lupa menyoroti "keheningan dan kepasifan" pemerintah di seluruh dunia terhadap situasi di Gaza. "Tidak ada kata-kata yang dapat menggambarkan pengkhianatan yang terjadi setiap hari oleh pemerintah kita sendiri," katanya dengan nada kecewa.
Meskipun mengalami kejadian pahit, Thunberg menegaskan komitmennya untuk terus berjuang membela Gaza. "Kami tidak akan berhenti. Kami akan berusaha setiap hari untuk menuntut diakhirinya kekejaman yang dilakukan Israel," pungkasnya.