Pernahkah kita sejenak merenung tentang tempat kita di jagat raya yang maha luas ini? Di tengah hiruk pikuk perdebatan dan perselisihan yang tiada henti, mungkin kita lupa untuk bertanya, "Apakah kita ini hanya bagian kecil dari sesuatu yang jauh lebih besar?"
Pertanyaan mendalam ini membawa kita pada pemikiran tentang lubang hitam. Bukan lagi sekadar teori fiksi ilmiah, para ilmuwan kini mempertimbangkan kemungkinan bahwa alam semesta kita ini sebenarnya berada di dalam sebuah lubang hitam raksasa, sebuah bagian dari dimensi yang lebih tinggi. Teori ini membuka pandangan baru tentang asal mula alam semesta, bahwa "Big Bang" mungkin saja adalah hasil dari "Big Crunch" dari alam semesta sebelumnya – sebuah siklus kosmik yang abadi.
Lantas, apa relevansinya bagi kita? Kesadaran akan betapa kecilnya kita di hadapan kebesaran semesta dapat memberikan perspektif baru. Penemuan-penemuan terbaru dari teleskop James Webb menunjukkan bahwa hukum-hukum fisika yang kita anggap universal, mungkin saja tidak berlaku di seluruh alam semesta. Pengetahuan kita sangat terbatas, dan kesombongan intelektual adalah penghalang untuk kemajuan.
Ironisnya, di saat dunia luar berlomba-lomba menembus batas pengetahuan, kita masih berkutat pada persoalan-persoalan lokal yang tak berujung. Sementara negara lain membangun sistem satelit kuantum dan mengembangkan kecerdasan buatan, kita masih terjebak dalam debat identitas dan drama politik yang melelahkan.
Pertanyaan eksistensial seperti "Apakah semesta ini hanyalah lubang hitam?" memang tidak serta merta menyelesaikan masalah kemiskinan atau korupsi. Namun, ia mengingatkan kita bahwa segala urusan yang kita anggap penting saat ini, mungkin tidak berarti apa-apa dalam skala kosmik. Kesadaran ini dapat menumbuhkan kerendahan hati, yang menjadi landasan untuk perubahan positif.
Mari berhenti saling menyalahkan, merasa paling benar, dan terlena dengan euforia sesaat. Mari bangkit dengan ilmu, imajinasi, dan visi besar yang melampaui kepentingan politik jangka pendek. Jika alam semesta ini memang hanyalah lubang hitam, maka tugas kita bukanlah sekadar bertahan hidup, melainkan mencari terang di tengah kegelapan.
Kesadaran bahwa kita hanyalah setitik debu dalam struktur semesta yang mungkin berada di dalam lubang hitam, seharusnya cukup untuk membuat kita berhenti meributkan hal-hal remeh. Dunia bergerak cepat, dan kita akan semakin tertinggal jika tidak segera memperbaiki cara berpikir, cara hidup, dan terutama, diri kita sendiri. Jika tidak, kita hanya akan menjadi onggokan daging di sebuah planet kecil di semesta lubang hitam.