Aktivis lingkungan terkemuka, Greta Thunberg, mengalami penolakan masuk ke Gaza, Palestina. Ia dideportasi oleh otoritas Israel setelah dicegat saat berupaya menuju Gaza melalui jalur laut.
Thunberg dan sejumlah aktivis lainnya berlayar menggunakan kapal bernama Madleen dengan tujuan menyalurkan bantuan kemanusiaan bagi warga Gaza. Di tengah perjalanan, kapal mereka diintersepsi oleh pasukan Israel.
Freedom Flotilla Coalition melaporkan melalui Telegram bahwa kontak dengan kapal Madleen terputus dan tentara Israel telah naik ke kapal tersebut. Mereka juga menyebut para penumpang telah "diculik" oleh pasukan Israel.
Israel mengonfirmasi bahwa mereka telah mengalihkan kapal Madleen, yang berlayar menuju Jalur Gaza, ke wilayah mereka. Kapal tersebut membawa 12 aktivis kemanusiaan, termasuk Thunberg, yang membawa misi simbolis untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan.
Aksi Israel ini menuai kecaman, salah satunya dari Presiden Prancis Emmanuel Macron. Macron mengecam tindakan Israel dan mendesak dibukanya kembali jalur pasokan kemanusiaan ke Gaza. Pemerintah Prancis juga mengonfirmasi bahwa enam warganya berada di dalam kapal Madleen yang dicegat Israel.
Macron telah meminta agar keenam warga negara Prancis diizinkan kembali ke Prancis secepat mungkin. Pemerintah Prancis juga meminta Israel untuk memastikan perlindungan para aktivis. Macron menyebut blokade kemanusiaan di Gaza sebagai skandal dan aib.
Menanggapi kecaman tersebut, Israel menyatakan bahwa Greta Thunberg telah meninggalkan negara itu dengan penerbangan menuju Prancis. Thunberg diterbangkan keluar dari Israel setelah sempat ditahan bersama belasan aktivis lainnya terkait pencegatan kapal Madleen.
Kementerian Luar Negeri Israel menyertakan foto-foto Thunberg di dalam pesawat sebelum lepas landas. Tidak dijelaskan mengapa Thunberg diterbangkan ke Prancis, bukan ke negara asalnya, Swedia.
Otoritas Israel menyatakan bahwa Thunberg dan para aktivis lainnya telah dibawa ke bandara Ben Gurion di Tel Aviv untuk dideportasi.