Pernyataan mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang lebih memilih Partai Solidaritas Indonesia (PSI) daripada Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menuai komentar dari pengamat komunikasi politik.
Menurut pengamat, pernyataan Jokowi ini cukup mengejutkan. Pasalnya, Jokowi sebelumnya berulang kali menyatakan akan kembali menjadi rakyat biasa di Solo usai masa jabatannya berakhir. Ia juga mengungkapkan niatnya untuk aktif di bidang lingkungan hidup.
"Jika Jokowi ingin menjadi ketua umum PSI, tentu ini tidak konsisten. Artinya, Jokowi masih ingin berkiprah di dunia politik, berbeda dengan ucapannya sebelum lengser," ujar pengamat tersebut.
Pengamat itu menyoroti rekam jejak inkonsistensi Jokowi selama menjabat. Mulai dari janji anaknya tidak akan terjun ke politik, hingga janji kabinet ramping yang ternyata gemuk, serta pembangunan IKN yang awalnya tidak menggunakan APBN namun pada akhirnya menggunakan dana tersebut.
Akibatnya, banyak masyarakat yang tidak lagi mempercayai pernyataan Jokowi. Bahkan, sebagian masyarakat cenderung menafsirkan ucapan Jokowi secara terbalik. Hal ini menyebabkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Jokowi menurun.
"Jika Jokowi menyatakan lebih memilih PSI daripada PPP, sebagian masyarakat justru menafsirkan sebaliknya," tegasnya.
Oleh karena itu, ucapan Jokowi dianggap sebagian masyarakat hanya sebagai angin lalu. Mereka sudah tidak peduli dengan pilihan politik Jokowi. Hanya para pendukung setia yang terus mengikuti dan mendukung langkah-langkahnya.
Sebelumnya, Jokowi secara eksplisit menyatakan ketertarikannya pada PSI dan menampik kemungkinan menjadi ketua umum PPP. Ia menilai banyak tokoh di PPP yang lebih kompeten untuk posisi tersebut.