Pluto, benda langit yang dulunya dianggap sebagai planet kesembilan dalam tata surya kita, kini berstatus sebagai planet kerdil. Keputusan kontroversial ini diresmikan oleh International Astronomical Union (IAU) pada tahun 2006, mengakhiri perdebatan panjang tentang definisi sebuah planet.
Lebih dari 2.500 astronom dari seluruh dunia terlibat dalam pemungutan suara yang mengubah buku-buku pelajaran. Definisi baru planet mensyaratkan tiga hal: mengorbit Matahari, memiliki gravitasi yang cukup untuk membentuknya menjadi bola, dan membersihkan orbitnya dari objek lain. Pluto memenuhi dua kriteria pertama, tetapi gagal membersihkan orbitnya di Sabuk Kuiper.
Sosok kunci di balik perubahan ini adalah Dr. Michael E. Brown dari California Institute of Technology (Caltech). Penemuan Eris, objek langit di luar Neptunus yang lebih besar dari Pluto, pada tahun 2005, memicu pertanyaan tentang apa yang sebenarnya mendefinisikan sebuah planet. Brown berpendapat bahwa jika Pluto dianggap sebagai planet, ratusan objek serupa lainnya juga harus diakui, sehingga memperumit klasifikasi tata surya.
Keputusan IAU memicu reaksi beragam. Banyak yang merasa kehilangan karena Pluto telah menjadi bagian dari pemahaman tentang tata surya selama hampir seabad. Namun, astronom lain berpendapat bahwa perubahan ini penting untuk konsistensi ilmiah. Bagi mereka, sains harus didasarkan pada fakta dan logika, bukan sentimen.
Misi New Horizons NASA, yang diluncurkan untuk mempelajari Pluto, tetap berjalan sesuai rencana meskipun statusnya berubah. Data yang dikumpulkan tetap berharga untuk memahami planet kerdil dan Sabuk Kuiper.
Dengan perubahan ini, tata surya kita secara resmi hanya memiliki delapan planet: Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus. Pluto kini bergabung dengan Eris dan Ceres dalam kategori planet kerdil.