Isu mengenai luas minimal rumah subsidi kembali mencuat dengan usulan angka 18 meter persegi. Hal ini menjadi perbincangan hangat setelah adanya rapat antara Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan, dan para pengembang.
Dalam rapat tersebut, hadir pula James Riady dari Lippo Group. Sempat beredar kabar bahwa James Riady adalah pihak yang mengusulkan luas minimal 18 meter persegi, namun ia membantah hal tersebut. Menurutnya, usulan tersebut muncul dari Kementerian PKP sebagai upaya mencari solusi agar rumah subsidi lebih terjangkau.
Direktur Jenderal Perkotaan Kementerian PKP, Sri Haryati, menjelaskan bahwa ide ini muncul setelah mengundang berbagai pihak, termasuk James Riady, untuk berdiskusi mengenai luas minimal rumah subsidi. James Riady dinilai memiliki pengalaman dalam mendesain hunian, sehingga dimintai masukan.
Sri Haryati menegaskan bahwa luas minimal 18 meter persegi ini hanyalah sebuah opsi, bukan pengganti ukuran rumah subsidi yang sudah ada. Kedepannya, rumah subsidi dengan ukuran yang lebih besar, hingga 36 meter persegi, akan tetap tersedia.
Opsi rumah subsidi 18 meter persegi ini dipertimbangkan untuk diterapkan di kawasan metropolitan dan aglomerasi, dengan tujuan menjawab kebutuhan hunian bagi masyarakat perkotaan, terutama generasi muda yang ingin memiliki rumah dekat tempat kerja. Dengan lokasi strategis di pusat kota, harga tanah cenderung lebih tinggi, sehingga opsi hunian dengan luas yang lebih kecil menjadi solusi yang menarik.
Penerapan aturan ini masih dalam tahap pembahasan dan penjaringan pendapat dari berbagai pihak, termasuk masyarakat. Pemerintah menargetkan aturan ini dapat segera ditetapkan, guna mengatasi backlog perumahan di perkotaan.
Usulan luas minimal rumah subsidi 18 meter persegi ini tertuang dalam draf Keputusan Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025. Masyarakat dapat memberikan masukan terkait isu ini melalui kanal yang disediakan.