Pemerintah Indonesia sedang menyusun perhitungan terbaru mengenai garis kemiskinan, menyesuaikan diri dengan standar terkini yang dikeluarkan oleh Bank Dunia. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan.
Menurut Luhut, penyesuaian ini diperlukan agar perhitungan kemiskinan lebih relevan dengan kondisi ekonomi saat ini. Diskusi mengenai perubahan ini telah berlangsung beberapa waktu lalu, melibatkan para ahli di bidang kemiskinan. Laporan mengenai perhitungan terbaru ini sedang disiapkan untuk disampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto.
Luhut menekankan bahwa perubahan ini merupakan hal yang wajar dan perlu dilakukan. Ia juga meminta masyarakat untuk tidak terkejut jika nantinya terjadi perubahan angka kemiskinan. Pemerintah optimis bahwa program-program prioritas seperti Makan Bergizi Gratis dan pengembangan food estate akan membantu mengatasi masalah kemiskinan.
Pemerintah berharap pengumuman mengenai perhitungan terbaru garis kemiskinan dapat dilakukan tahun ini, setelah data yang ada dianggap cukup lengkap.
Bank Dunia Menyesuaikan Standar Kemiskinan Global
Bank Dunia telah mengubah standar perhitungan garis kemiskinan dan ketimpangan global, yang mulai berlaku pada Juni 2025. Perubahan ini mengakibatkan peningkatan jumlah penduduk miskin di Indonesia.
Penyesuaian ini mempertimbangkan paritas daya beli (PPP) terbaru, yaitu PPP 2021, menggantikan PPP 2017 sebelumnya. PPP adalah metode konversi yang menyesuaikan daya beli antarnegara.
Dengan adopsi PPP 2021, terjadi perubahan pada tiga tingkatan garis kemiskinan. Garis kemiskinan internasional (ukuran kemiskinan ekstrem) berubah dari US$ 2,15 (PPP 2017) menjadi US$ 3,00 (PPP 2021). Garis kemiskinan negara berpendapatan menengah ke bawah naik dari US$ 3,65 menjadi US$ 4,20, dan garis kemiskinan negara berpendapatan menengah ke atas, seperti Indonesia, meningkat dari US$ 6,85 menjadi US$ 8,30.
Perubahan standar ini berdampak pada peningkatan jumlah penduduk miskin di Indonesia.