Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berencana memanggil sejumlah operator telekomunikasi dan seluler terkait temuan Indonesian Audit Watch (IAW) tentang potensi kerugian negara hingga Rp63 triliun per tahun akibat praktik kuota internet hangus yang tidak tercatat secara akuntabel. Hal ini dianggap merugikan konsumen secara luas.
Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PKB, Nasim Khan, dan Komisi I DPR dari Fraksi PAN, Okta Kumala Dewi, berharap penyedia layanan telekomunikasi bersedia memberikan klarifikasi menyeluruh.
"Saya sangat prihatin dengan temuan ini. Kuota internet yang sudah dibeli masyarakat adalah hak yang seharusnya tidak hilang tanpa jejak. Ini bukan hanya masalah teknis, tetapi juga soal transparansi dan keadilan. Negara tidak boleh tinggal diam," tegas Okta.
Okta juga menekankan pentingnya audit secara mendalam terhadap sistem pengelolaan kuota oleh para penyedia layanan, terutama yang berada di bawah naungan BUMN. Ia mendesak Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Kementerian BUMN untuk melakukan audit secara terbuka dan komprehensif.
"Masyarakat berhak tahu ke mana perginya kuota yang tidak terpakai dan bagaimana pencatatannya dalam laporan keuangan perusahaan," lanjutnya.
Menurutnya, praktik kuota internet hangus telah berlangsung lebih dari satu dekade. Oleh karena itu, ia menilai hal ini bukan sekadar kelalaian, melainkan berpotensi menjadi penyimpangan serius.
Sebagai solusi, Okta mengusulkan agar penyedia layanan menerapkan sistem rollover kuota. Sistem ini memungkinkan kuota yang tidak terpakai pada periode tertentu dapat digunakan pada periode selanjutnya.
"Rollover kuota adalah cara sederhana namun berdampak besar. Hak masyarakat jangan terus dikorbankan demi keuntungan sepihak," tandasnya, meyakini bahwa sistem ini akan menjadi bentuk perlindungan konsumen yang efektif.