Industri kelapa sawit Indonesia, yang dikenal dengan praktik budidaya berkelanjutan, kini berhadapan dengan dinamika bisnis yang semakin kompleks. Persaingan tak hanya soal lahan di kawasan hutan, tetapi juga merambah ke ranah bisnis yang lebih luas.
Ketergantungan pasar global pada pasokan CPO dan produk turunannya dari Indonesia diprediksi akan terus meningkat. Dalam satu dekade terakhir, pangsa Indonesia dalam pasokan minyak sawit global telah melonjak dari 50% menjadi lebih dari 60%.
Kenaikan konsumsi minyak nabati global menjadi kabar baik bagi pelaku bisnis sawit nasional. Perubahan pola konsumsi ini menandakan peningkatan kebutuhan pasokan dari Indonesia.
Meskipun produksi di Indonesia terus bertumbuh, konsumsi domestik juga ikut meningkat seiring dengan implementasi program mandatori biodiesel hingga B40 di tahun 2025. Peningkatan produksi dan konsumsi dalam negeri ini tidak secara signifikan menambah pasokan minyak nabati global, yang berakibat pada kenaikan harga CPO dan produk turunannya.
Di awal tahun 2025, harga CPO bahkan sempat melampaui harga minyak kedelai, yang selama ini menjadi patokan harga minyak nabati global. Mahalnya harga CPO sempat menurunkan permintaan pasar global, namun program Biodiesel B40 berhasil mendongkrak permintaan domestik.
Harga CPO kemudian kembali naik, turut mendongkrak harga Tandan Buah Segar (TBS) petani. Pada akhir Maret 2025, harga TBS rata-rata mencapai Rp. 3000 per kg, menghidupkan kembali roda ekonomi masyarakat di sekitar perkebunan kelapa sawit.
Penertiban Lahan Sawit di Kawasan Hutan
Seiring dengan kenaikan harga CPO dan TBS, pemerintah melakukan pendataan dan mengambil alih pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang berada di kawasan hutan. Melalui Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH), pemerintah berhasil menyita perkebunan kelapa sawit seluas satu juta hektar.
Lahan sitaan tersebut diserahkan kepada PT. Agrinas Palma, sebuah perusahaan BUMN. Kehadiran pejabat tinggi dari berbagai Kementerian saat penyerahan ini menegaskan komitmen pemerintah untuk memastikan pengelolaan sumber daya alam dilakukan secara berkelanjutan dan berlandaskan hukum, serta tetap memperhatikan hak-hak pekerja dan kewajiban perusahaan.
Penegakkan hukum ini diiringi dengan kebijakan mengejutkan dari Amerika Serikat, yaitu pengumuman kenaikan Pajak Impor hingga 32 persen oleh Presiden Trump, yang menciptakan anomali baru bagi pasar global minyak sawit.