Isu mengenai dugaan kerugian pelanggan hingga Rp63 triliun akibat kuota internet yang tidak terpakai menuai perhatian. Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) memberikan penjelasan terkait praktik ini.
Menurut ATSI, penerapan masa aktif kuota adalah hal yang lazim dalam industri telekomunikasi. Masa aktif ini terkait erat dengan lisensi spektrum yang diberikan pemerintah, bukan semata-mata volume pemakaian. ATSI mencontohkan, kebijakan serupa juga diterapkan di sektor lain seperti tiket transportasi dan keanggotaan klub. Bahkan, operator telekomunikasi di negara lain seperti Australia dan Malaysia juga memberlakukan kebijakan kuota hangus.
ATSI menegaskan komitmennya terhadap tata kelola yang baik dan kepatuhan terhadap regulasi. Penetapan harga, kuota, dan masa aktif layanan prabayar telah sesuai dengan aturan yang berlaku, termasuk batasan waktu penggunaan deposit prabayar. Pulsa juga dianggap sebagai barang konsumsi yang dikenakan PPN.
ATSI juga menekankan transparansi dalam memberikan informasi kepada pelanggan. Informasi mengenai masa aktif, kuota, dan hak pelanggan selalu disampaikan secara terbuka melalui situs resmi dan saat pembelian paket. Pelanggan memiliki kebebasan untuk memilih paket data yang sesuai dengan kebutuhan mereka. ATSI terbuka untuk berdialog dengan berbagai pihak demi meningkatkan pemahaman masyarakat tentang industri telekomunikasi.
Di sisi lain, anggota Komisi I DPR RI menyoroti potensi kerugian negara akibat praktik kuota hangus. Data dari Indonesian Audit Watch (IAW) menyebutkan angka kerugian mencapai Rp63 triliun per tahun. DPR menilai praktik ini merugikan pelanggan dan mempertanyakan prinsip keadilan serta transparansi. DPR mendorong Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) dan Kementerian BUMN untuk melakukan audit menyeluruh terhadap pengelolaan kuota oleh operator seluler. DPR menekankan bahwa masyarakat berhak mengetahui ke mana kuota yang tidak terpakai dialokasikan dan bagaimana pencatatannya dalam laporan keuangan perusahaan.