Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo tengah berupaya keras mengatasi penurunan cakupan pelayanan imunisasi yang terjadi beberapa tahun belakangan. Kondisi ini dianggap serius dan memerlukan penanganan segera.
Data Aplikasi Sehat Indonesia Ku (ASIK) menunjukkan, hingga akhir triwulan pertama 2025, cakupan imunisasi di Gorontalo baru mencapai sekitar 5-6%. Angka ini jauh dari target bulanan sebesar 8,33%. Ketidakmerataan cakupan antar kabupaten/kota turut memperburuk situasi. Penurunan ini mengkhawatirkan mengingat tren negatif yang terjadi selama tiga tahun terakhir, yang jauh dari target program Kementerian Kesehatan RI.
Beberapa tantangan utama meliputi minimnya stok vaksin, terutama vaksin Campak-Rubela (MR), Inactivated Polio Vaccine (IPV), dan Rota Virus (RV). Selain itu, penurunan kepercayaan masyarakat terhadap manfaat imunisasi juga menjadi kendala dalam meningkatkan cakupan.
Data Sistem Manajemen Imunisasi dan Logistik Elektronik (SMILE) per 13 April 2025 menunjukkan, stok tiga jenis vaksin krusial (MR, IPV, RV) di beberapa wilayah kabupaten/kota berada di bawah batas minimal satu bulan, dengan ketersediaan hanya cukup untuk 1,1 dan 0,8 bulan. Masalah logistik ini berbanding lurus dengan penurunan cakupan imunisasi bayi.
Pada tahun 2024, cakupan imunisasi dasar lengkap hanya mencapai 14.958 bayi, dengan capaian 67,50%. Ini merupakan penurunan tajam dalam enam tahun terakhir, setelah mencapai puncak 90,81% pada 2022. Beberapa daerah mengalami penurunan drastis. Kota Gorontalo, misalnya, hanya mencatat capaian 52,86%, padahal pada 2022 masih mencapai 80,50%. Bone Bolango mencatat penurunan menjadi 60,58% dari sebelumnya 105,08%.
Permasalahan ketersediaan vaksin diperparah dengan ketimpangan distribusi antar kabupaten/kota. Data menunjukkan per April 2025, Bone Bolango memiliki stok nol bulan untuk vaksin Hepatitis B dosis pertama (HB0), Pneumococcal Conjugate Vaccine (PCV), dan RV. Gorontalo Utara hanya memiliki stok vaksin Tetanus-Difteri (Td) yang cukup untuk 0,2 bulan.
Ketimpangan ini menjadi ancaman serius bagi upaya menekan potensi Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo telah menyusun langkah tindak lanjut, termasuk mengajukan permintaan vaksin ke pusat untuk jenis vaksin yang berada di bawah stok minimal (IPV, RV, Td). Pemantauan berkala melalui aplikasi SMILE juga rutin dilakukan untuk memastikan akurasi pelaporan stok dan kebutuhan di kabupaten/kota.
Kolaborasi antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota dianggap krusial untuk menjaga keberlangsungan layanan imunisasi. Tahun 2025 menjadi penentu apakah Gorontalo dapat bangkit dari tantangan ini. Penyediaan logistik vaksin yang merata, penguatan sistem pelaporan, dan mobilisasi layanan ke wilayah sulit dijangkau harus menjadi prioritas. Capaian di bawah 70% sangat rawan, dan setiap bayi serta anak-anak di Gorontalo harus terlindungi dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.