Jakarta (13/6/2025) – Pertumbuhan ekonomi digital Indonesia sangat bergantung pada kolaborasi solid antar berbagai pihak, sistem perlindungan data yang kuat, dan pemahaman digital yang baik di kalangan konsumen. Tanpa sinergi yang kokoh, ancaman penipuan digital dapat menghambat kemajuan ekonomi digital yang potensial.
Para ahli sepakat bahwa keterlibatan aktif dari pemerintah, pelaku bisnis, dan masyarakat sipil adalah kunci. Hal ini memastikan bahwa regulasi dan kebijakan perlindungan konsumen mencakup berbagai perspektif dan kebutuhan dari semua lapisan masyarakat. Koordinasi yang baik dalam merumuskan kebijakan, mengimplementasikannya, dan mengukur kepatuhan pelaku usaha serta pemahaman konsumen tentang hak-hak mereka sangatlah krusial.
Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) dan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) telah memicu reformasi signifikan di sektor jasa keuangan, termasuk aturan terkait investasi ilegal. Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas Pasti), yang melibatkan berbagai kementerian, lembaga, dan institusi keuangan, merupakan wujud nyata upaya perlindungan konsumen. Satgas ini telah berhasil memulihkan sebagian kerugian akibat penipuan digital.
Namun, tantangan tetap ada. Tingkat literasi keuangan masyarakat yang masih rendah menjadi perhatian utama. Kecenderungan untuk mencari keuntungan cepat tanpa memahami risiko yang menyertai menjadi penghambat. Oleh karena itu, edukasi yang berkelanjutan mengenai jasa dan produk keuangan sangat diperlukan.
Regulasi yang ada seringkali bersifat reaktif, muncul setelah masalah terjadi. Idealnya, regulasi seharusnya juga memiliki unsur pencegahan. Selain itu, banyak korban penipuan digital enggan melaporkan kasusnya karena merasa malu. Membangun budaya digital yang kuat, budaya kolaborasi, dan pemahaman akan risiko adalah kunci untuk mencegah penipuan digital secara kolektif dan adaptif terhadap perkembangan zaman.
Digitalisasi di sektor keuangan memang mengakselerasi pertumbuhan ekonomi, tetapi juga meningkatkan risiko. Identifikasi dan pencegahan penipuan digital harus dilakukan secara sistemik dan dengan teknologi yang canggih.
Upaya perlindungan konsumen harus menyeluruh, mulai dari regulasi yang jelas, praktik bisnis yang bertanggung jawab oleh pelaku usaha, hingga pemahaman yang baik dari konsumen. Perlindungan konsumen perempuan memerlukan pendekatan yang responsif gender. Data terpilah gender penting untuk merumuskan kebijakan yang tepat sasaran dan merancang produk layanan keuangan digital yang melindungi konsumen perempuan.