Film ‘GOWOK: KAMASUTRA JAWA’ garapan Hanung Bramantyo siap menghiasi layar bioskop mulai 5 Juni 2025. Film yang sebelumnya telah tayang di International Film Festival Rotterdam (IFFR) 2025 ini, menuai perhatian publik karena mengangkat tema edukasi seksualitas dalam balutan budaya Jawa kuno.
Aktor muda Ali Fikri menjadi salah satu pemeran dalam film ini. Ia memerankan karakter yang terlibat dalam tradisi gowok, di mana seorang wanita berperan sebagai pengajar seksualitas bagi calon pengantin pria di masa lampau. Peran ini menuntut Ali untuk berakting dewasa dan menghadapi adegan-adegan yang cukup sensitif.
Restu Sang Bunda Jadi Penentu
Ali mengungkapkan bahwa menerima tawaran bermain dalam film ini bukanlah keputusan yang mudah. Ia bahkan harus berdiskusi dan mendapatkan restu dari ibundanya terlebih dahulu.
"Aku sempat ngobrol sama mama, minta restu buat main film ini. Setelah ngobrol, kami sepakat bahwa usia tidak bisa menghalangi aku untuk terlibat dalam film penting ini. Aku sangat bersyukur," ujar Ali.
Film ‘GOWOK’ memang mengandung beberapa adegan yang memerlukan kedewasaan dalam berakting dan pemahaman budaya. Oleh karena itu, dukungan dan persetujuan orang tua menjadi krusial, terutama bagi aktor muda seperti Ali yang masih dalam pengawasan orang tua.
Keluarga Terlibat dalam Proses Kreatif
Tidak hanya itu, produser dan sutradara film juga memberikan ruang bagi keluarga untuk ikut serta dalam proses kreatif. Bahkan, menurut Ali, setiap keputusan terkait adegan yang ia perankan selalu dikonsultasikan dan disetujui oleh ibunya.
"Ali selalu didampingi Ibu, jadi komunikasi juga dilakukan via WhatsApp," jelasnya.
Ali juga menambahkan bahwa ia telah melalui proses diskusi yang mendalam dengan sutradara dan produser sebelum memutuskan untuk bergabung dalam proyek ini. Hal ini dilakukan untuk memastikan kenyamanan dan kesiapan mental semua pihak yang terlibat.
Bertabur Bintang Ternama
‘GOWOK: KAMASUTRA JAWA’ juga dimeriahkan oleh aktor-aktor senior seperti Reza Rahadian, Raihaanun, Lola Amaria, Djenar Maesa Ayu, dan Slamet Rahardjo. Film ini berlatar waktu antara tahun 1955 hingga 1965, dan menyoroti tokoh Nyai Santi sebagai seorang gowok yang mengajarkan seni kepuasan seksual.
Tradisi gowok sendiri berasal dari kebudayaan Jawa abad ke-14, yang digunakan sebagai metode persiapan pernikahan bagi pria. Dalam film ini, Hanung Bramantyo berusaha menggambarkan tradisi tersebut dalam konteks budaya dan sejarah, bukan sebagai eksploitasi.