Banda Aceh – Pemerintah Aceh mengambil langkah tegas dengan menggelar rapat tertutup membahas strategi advokasi terkait sengketa empat pulau yang kini ditetapkan masuk wilayah Sumatera Utara (Sumut). Pertemuan penting ini dipimpin langsung oleh Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, yang akrab disapa Mualem.
Rapat yang berlangsung di restoran Pendopo Gubernur Aceh pada Jumat (13/6/2025) malam, dihadiri oleh tokoh-tokoh penting dari berbagai kalangan. Tampak hadir sejumlah anggota DPR RI, DPD, DPR Aceh, Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Teungku Faisal Ali, Bupati Aceh Singkil Safriadi Manik, serta sejumlah tokoh masyarakat lainnya.
Agenda utama rapat adalah membahas perselisihan terkait empat pulau tersebut serta kemungkinan revisi Undang-Undang Pemerintah Aceh. Awak media diminta menunggu di luar ruang pertemuan, menandakan pembahasan yang sensitif dan strategis.
Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Sekretariat Daerah Aceh, Syakir, menjelaskan bahwa rapat ini bertujuan untuk menyatukan pandangan antara gubernur dengan perwakilan Forbes dan DPRA.
Sengketa ini bermula ketika Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengeluarkan keputusan yang menetapkan empat pulau di Kabupaten Aceh Singkil, yaitu Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek, masuk ke wilayah Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Keputusan ini tertuang dalam Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 yang ditetapkan pada 25 April 2025.
Pemerintah Aceh bertekad memperjuangkan perubahan status keempat pulau tersebut agar kembali menjadi bagian dari wilayah administratif Aceh. Menurut Syakir, proses perubahan status ini sudah berlangsung sejak sebelum tahun 2022. Pemerintah Aceh bahkan telah menunjukkan berbagai bukti otentik, termasuk infrastruktur fisik, dokumen kepemilikan, dan foto-foto pendukung saat proses verifikasi.
Bukti-bukti tersebut mencakup infrastruktur yang dibangun oleh Pemerintah Aceh dan Pemkab Aceh Singkil di Pulau Panjang, seperti tugu selamat datang, tugu koordinat, rumah singgah, mushala, dan dermaga. Selain itu, Pemerintah Aceh juga menyerahkan peta kesepakatan antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatera Utara yang disaksikan oleh Mendagri pada tahun 1992, yang menunjukkan bahwa keempat pulau tersebut masuk dalam wilayah Aceh.
Syakir menegaskan bahwa kesepakatan kedua gubernur yang disaksikan oleh Mendagri pada tahun 1992, secara substansi sudah jelas menunjukkan bahwa keempat pulau tersebut adalah bagian dari Aceh. Pemerintah Aceh akan terus berupaya maksimal untuk mempertahankan haknya atas keempat pulau tersebut.