Gelombang banjir dahsyat menerjang salah satu provinsi termiskin di Afrika Selatan, merenggut nyawa sedikitnya 78 orang hingga Kamis (12/6/2025). Upaya evakuasi dan pencarian korban hilang terus digenjot di tengah situasi yang memprihatinkan.
Bencana ini memicu respons darurat selama tiga hari berturut-turut, di mana tim penyelamat berjuang di antara reruntuhan dan genangan air untuk mencari korban dan mengevakuasi jenazah. Hujan lebat yang mengguyur sejak Selasa dini hari menyebabkan sungai-sungai meluap, menghancurkan permukiman warga. Kota Mthatha dan sekitarnya menjadi wilayah yang paling parah terkena dampak, dengan korban dan harta benda tersapu arus banjir.
Menurut Perdana Menteri Provinsi Eastern Cape, Oscar Mabuyane, banjir terjadi saat sebagian besar warga tengah terlelap. Ketinggian air mencapai 3-4 meter di beberapa lokasi, meluap dari sungai dan menerjang permukiman.
"Ini adalah situasi yang sangat mengerikan," ungkap Mabuyane kepada media setempat. "Bencana ini terjadi di saat yang tidak tepat."
Mabuyane menuturkan, pemerintah daerah mengalami kendala dalam melancarkan operasi penyelamatan yang efektif karena keterbatasan sumber daya di wilayah tersebut. Provinsi Eastern Cape, yang merupakan wilayah pedesaan dengan populasi sekitar 7,2 juta jiwa, hanya memiliki satu helikopter penyelamat. Selain itu, wilayah tersebut juga kekurangan penyelam spesialis dan unit anjing pelacak, yang harus didatangkan dari daerah lain.
"Ketika kejadian seperti ini menimpa kami, kami selalu merasa kekurangan," keluh Mabuyane. "Kami lumpuh."
Bus Terjebak Banjir, Warga Terdampar
Tim penyelamat terus berupaya mengevakuasi jenazah dari air. Beberapa saksi mata melaporkan banyak warga yang terpaksa berlindung di atap bangunan atau di atas pohon, dan terdengar meminta pertolongan selama berjam-jam.
Menteri Tata Kelola Koperasi dan Urusan Adat, Velenkosini Hlabisa, memimpin delegasi pemerintah pusat ke provinsi tersebut. Ia menyampaikan bahwa salah satu penyebab utama dampak parah banjir ini adalah banyaknya warga yang tinggal di dataran banjir dekat sungai.
Pejabat pemerintah provinsi menyatakan bahwa mereka meyakini masih ada korban hilang, namun belum dapat memberikan angka pasti. Mereka memastikan upaya pencarian dan penyelamatan akan dilanjutkan.
Tragedi juga menimpa empat siswa sekolah menengah yang tersapu banjir saat bus yang mereka tumpangi terjebak banjir dalam perjalanan ke sekolah. Hingga saat ini, belum ada konfirmasi apakah keempat anak tersebut termasuk di antara jenazah yang telah ditemukan.
"Enam siswa yang berada di dalam bus telah dipastikan meninggal dunia, bersama dengan pengemudi dan seorang dewasa lainnya. Tiga siswa lainnya berhasil diselamatkan setelah berpegangan pada pohon dan berteriak meminta pertolongan," demikian pernyataan dari pemerintah provinsi.