Rupiah Terkapar: Mengapa Dolar AS Melemah Tak Lagi Jadi Berkah?

Jakarta – Biasanya, pelemahan Dolar AS menjadi angin segar bagi Rupiah. Namun, kenyataan berkata lain. Mata uang Garuda justru terpuruk di tengah tren penurunan indeks Dolar. Ada apa gerangan?

Indeks Dolar (DXY) mencerminkan nilai Dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama dunia. Secara teoritis, jika Dolar melemah, investor akan mencari alternatif investasi di negara berkembang, termasuk Indonesia, yang seharusnya memicu penguatan Rupiah.

Sayangnya, teori ini tak berlaku saat ini. Rupiah justru mengalami tekanan hebat meski Dolar AS terus kehilangan taringnya. Kondisi ini mengindikasikan dana investor tidak dialihkan ke Rupiah.

Fenomena ini semakin terasa sejak Maret 2025. Pada awal tahun, Rupiah masih mampu memanfaatkan momentum pelemahan Dolar. Contohnya, pada 11-17 Februari 2025, saat indeks Dolar merosot 1,6%, Rupiah berhasil menguat 1%.

Namun, tren ini berbalik arah di pertengahan Maret. Ketika indeks Dolar anjlok 0,4% pada 14-18 Maret 2025, Rupiah justru ikut tertekan dengan penurunan 0,61%. Faktor internal seperti penurunan pendapatan negara, isu pergantian Menteri Keuangan, dan capital outflow menjadi pemicu utama.

"Investor khawatir penurunan pendapatan negara dapat memicu tekanan fiskal dan pelebaran defisit. Hal ini membuat mereka lebih berhati-hati dalam memegang aset Rupiah," ungkap seorang ekonom.

Tekanan terhadap Rupiah semakin menjadi setelah libur Lebaran, tepatnya pada 8 April 2025. Rupiah ditutup di level Rp16.860/US$, melemah 1,84%. Bahkan, pada 9 April 2025, Rupiah sempat menyentuh level terendah sepanjang masa, Rp16.970/US$.

Sepanjang April 2025, Rupiah telah ambruk 1,5%, sementara Dolar AS merosot sekitar 4%. Mengapa teori hubungan terbalik antara indeks Dolar dan Rupiah tidak berlaku?

Jawabannya terletak pada kombinasi gejolak eksternal dan kondisi internal yang kurang mendukung. Dari eksternal, kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump menjadi sentimen negatif. Dari internal, pelemahan indikator ekonomi dan penurunan pendapatan negara memperburuk keadaan.

Kebijakan tarif impor AS menimbulkan ketidakpastian global yang membuat investor asing kabur dari pasar keuangan Indonesia, menekan nilai tukar Rupiah.

Data Bank Indonesia menunjukkan investor asing melakukan jual neto (net sell) sebesar Rp24,04 triliun pada 8-10 April 2025. Aksi jual ini didorong oleh pasar Surat Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Surat Berharga Negara (SBN), dan saham. Angka ini merupakan yang terburuk dalam dua tahun terakhir.

Indeks Dolar Melemah, Kepercayaan Hilang

Sejak pengumuman kebijakan tarif oleh Presiden Trump pada 2 April 2025, indeks Dolar AS terus melemah. Hingga 16 April 2025, indeks Dolar telah ambruk 3,8% dan menyentuh level terendah sejak Juli 2023.

Pelemahan indeks Dolar mencerminkan hilangnya kepercayaan investor terhadap mata uang Paman Sam di tengah ketegangan perdagangan, kekhawatiran inflasi, dan potensi resesi. Investor beralih ke mata uang lain yang dianggap lebih stabil.

"Pelemahan Dolar bukan hanya soal kekhawatiran resesi atau ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed. Ini lebih pada hilangnya kepercayaan dan kredibilitas terhadap Dolar, serta kebijakan ekonomi AS," jelas seorang ahli strategi pasar global.

Dalam situasi risk-off, Dolar AS biasanya menguat sebagai safe haven. Namun, kali ini peran itu diambil alih oleh Yen Jepang dan Franc Swiss, sementara Dolar AS terus tertekan.

Scroll to Top