Lucy Guo, nama yang mencuri perhatian dalam dunia teknologi dan bisnis, diprediksi akan menjadi wanita terkaya pada tahun 2025. Pendiri Scale AI ini berhasil mendobrak batasan dan meraih kesuksesan luar biasa di usia yang relatif muda, 30 tahun.
Di balik kecerdasannya dan etos kerja yang tinggi, Lucy ternyata memiliki gaya hidup yang unik. Ia lebih memilih untuk hidup hemat, seolah-olah tidak memiliki kekayaan yang melimpah. Prinsip ini kontras dengan gaya hidup mewah yang sering diasosiasikan dengan para miliarder.
Dikenal sebagai "Elon Musk versi wanita" karena pengaruhnya di dunia teknologi, Lucy sebelumnya bekerja di Scale AI bersama Alexander Wang. Ia juga pernah berkontribusi di Quora dan menjadi desainer wanita pertama di Snapchat. Kini, ia fokus mengembangkan perusahaan teknologi rintisannya sendiri, termasuk Moment.
Meskipun telah meninggalkan Scale AI pada tahun 2018, Lucy masih memegang 5% saham di perusahaan tersebut. Forbes melaporkan bahwa Scale AI siap untuk dijual, dan kesepakatan ini akan melambungkan kekayaan bersih Lucy menjadi $1,2 miliar (sekitar Rp 19 triliun).
Namun, kekayaan yang meningkat tidak mengubah gaya hidupnya. Lucy mengaku tidak suka menghambur-hamburkan uang. Ia tetap memilih naik Honda Civic tua yang diantarkan oleh asistennya. Pakaian sehari-harinya pun kebanyakan berasal dari Shein atau bahkan didapatkan secara gratis. Ia bahkan masih memanfaatkan promo "beli satu gratis satu" di Uber Eats.
"Berpura-pura tidak punya uang tapi tetap kaya," itulah filosofi Lucy dalam mengelola keuangannya. Ia percaya bahwa status miliarder tidak harus ditunjukkan dengan jam tangan mewah atau tas desainer, melainkan dengan pola pikir yang tepat.
Menurut Lucy, orang-orang yang menghabiskan uang untuk barang-barang mewah seringkali merasa tidak aman dan perlu membuktikan diri kepada orang lain. Sebaliknya, para miliarder sejati seringkali tampil sederhana karena mereka sudah tidak perlu lagi membuktikan apa pun.
Kisah sukses Lucy Guo menjadi inspirasi bagi banyak wanita dan pengusaha di bidang teknologi. Meskipun sempat dilarang oleh ibunya untuk menekuni coding karena dianggap sulit bagi wanita untuk bersaing dengan pria, Lucy tetap gigih mengejar minat dan impiannya.