Israel, meski terus menerus terlibat dalam konflik berkepanjangan dengan berbagai negara di Timur Tengah, termasuk perang terbarunya dengan Iran sejak pertengahan Juni 2025, tetap mampu mempertahankan posisinya sebagai negara maju dengan perekonomian yang kuat. Bagaimana bisa?
Pada tahun 2022, sebelum eskalasi konflik terbaru, Produk Domestik Bruto (PDB) Israel mencapai US$522,03 miliar atau sekitar Rp8.300 triliun, angka yang merepresentasikan 0,23% dari ekonomi global. Kekuatan ekonomi ini menjadi landasan bagi ketahanan Israel.
Kunci keberhasilan ekonomi Israel terletak pada diversifikasi dan fokus pada industri berbasis teknologi tinggi. Sektor manufaktur didorong oleh penelitian dan pengembangan (R&D) intensif, proses canggih, peralatan, dan mesin berteknologi tinggi. Berbeda dengan negara maju lain yang sektor industrinya stagnan, Israel justru mengalami pertumbuhan tenaga kerja industri, dengan lebih dari 25% bekerja di bidang manufaktur berteknologi tinggi.
Kualitas penelitian dan pengembangan Israel termasuk dalam 10 besar dunia, didorong oleh investasi besar, mencapai 4,9% dari PDB negara. Selain itu, Israel juga dikenal sebagai pusat manufaktur dan perdagangan berlian terkemuka, berkat kemajuan dalam pengolahan berlian. Bursa Berlian Israel merupakan lantai perdagangan berlian terbesar di dunia.
Sektor pertanian juga menunjukkan kemajuan signifikan. Luas lahan pertanian meningkat 2,6 kali lipat sejak kemerdekaan tahun 1948, dan luas lahan irigasi meningkat 8 kali lipat menjadi sekitar 0,6 juta hektar pada pertengahan 1980-an. Keberhasilan ini didorong oleh kolaborasi erat antara petani dan peneliti yang didukung pemerintah, inovasi teknologi, teknik irigasi baru, dan peralatan agro-mekanikal yang canggih.
Israel dikenal sebagai "Negara Startup" dunia. Salah satu contoh sukses adalah Waze, aplikasi peta digital dengan data real-time dari pengguna, serta Firebolt, yang mengembangkan data cloud untuk analisis yang lebih cepat dan efisien.
Perkembangan industri ini tak lepas dari gelombang migrasi tenaga ahli dari Eropa selama Perang Dunia II dan dari negara-negara bekas Uni Soviet pada 1990-an. Industri pupuk, pestisida, farmasi, bahan kimia, plastik, dan logam berat berkembang pesat. Israel tidak bergantung pada sumber daya minyak seperti negara-negara Arab lainnya.
Selain sumber daya manusia yang berkualitas, Israel juga menerima bantuan signifikan dari Amerika Serikat. Sejak tahun 1946 hingga 2023, Israel telah menerima bantuan luar negeri dari AS senilai sekitar US$263 miliar atau setara Rp4.181 triliun.
Kombinasi strategi ekonomi yang cerdas, investasi pada teknologi, sumber daya manusia yang berkualitas, dan dukungan internasional memungkinkan Israel untuk tetap makmur di tengah konflik berkepanjangan.