Yitzhak Rabin, seorang tokoh sentral dalam sejarah Israel, mengalami transformasi signifikan dari seorang jenderal militer yang tangguh menjadi seorang perdana menteri yang berani mengambil langkah menuju perdamaian dengan Palestina. Sayangnya, upaya mulia ini terhenti tragis oleh peluru seorang ekstremis.
Rabin menjabat sebagai Perdana Menteri Israel dalam dua periode penting, yaitu 1974-1977 dan 1992-1995. Latar belakang militernya yang kuat, ditandai dengan partisipasinya dalam berbagai konflik seperti Perang Enam Hari pada tahun 1967, membuatnya dikenal sebagai sosok yang keras terhadap Palestina, termasuk Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Reputasinya sebagai pemimpin yang agresif dalam menjaga keamanan Israel dan wilayah pendudukan sangat melekat padanya.
Sebagai petinggi militer pada tahun 1988, Rabin bertanggung jawab atas penindasan Intifada, gerakan perlawanan pemuda Palestina terhadap tentara Israel. Intifada, yang terkenal dengan aksi pelemparan batu, menjadi tantangan serius bagi Israel. Respons Israel, seperti yang kerap terjadi, adalah dengan menggunakan kekuatan mematikan, yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa.
Namun, ketika Rabin menduduki kursi Perdana Menteri pada tahun 1992, pandangannya mulai berubah secara bertahap. Dia menyadari bahwa kekerasan bukanlah solusi untuk mengatasi pemberontakan pemuda Palestina. Rabin mengungkapkan keyakinannya ini kepada anggota Partai Buruh, partai yang mengantarkannya menjadi Perdana Menteri.
"Saya telah belajar sesuatu dalam dua setengah bulan terakhir. Salah satunya, bahwa Anda tidak dapat memerintah dengan paksa atas satu setengah juta warga Palestina," ujarnya.
Transformasi pandangan inilah yang kemudian mendorong Rabin untuk menjalin dialog dengan PLO dan pemimpinnya, Yasser Arafat. Rabin menjadi satu-satunya Perdana Menteri Israel yang berani menjabat tangan Arafat sebagai simbol komitmennya terhadap perdamaian. Namun, ironisnya, upayanya untuk mewujudkan perdamaian harus dibayar mahal dengan nyawanya. Pada November 1995, Rabin tewas ditembak oleh seorang warga Yahudi radikal yang menentang perjanjian damai dengan Palestina. Kematian Rabin menjadi pukulan telak bagi proses perdamaian Israel-Palestina, meninggalkan luka yang mendalam dan pertanyaan tentang "apa yang mungkin terjadi" jika ia tetap hidup.