Sengketa Empat Pulau: Perjanjian Helsinki Bukan Penentu Utama, Kata Yusril

Polemik kepemilikan empat pulau antara Aceh dan Sumatera Utara terus bergulir. Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menegaskan bahwa Perjanjian Helsinki tidak dapat dijadikan acuan utama dalam menentukan kepemilikan Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Mangkir Gadang.

Yusril menjelaskan bahwa Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Provinsi Aceh juga tidak secara eksplisit menyebutkan status keempat pulau tersebut. Menurutnya, penentuan batas wilayah yang detail baru muncul pasca reformasi, seiring pemekaran wilayah.

Pernyataan Yusril ini sekaligus mengoreksi pandangan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang sebelumnya berpendapat bahwa Perjanjian Helsinki, yang menjadi landasan perdamaian antara RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), mengatur perbatasan Aceh, merujuk pada kondisi 1 Juli 1956.

Yusril menekankan bahwa pemerintah pusat, melalui Kementerian Dalam Negeri, belum mengambil keputusan final terkait status keempat pulau tersebut. Penentuan batas wilayah kabupaten/kota merupakan wewenang Mendagri yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri), yang hingga kini belum diterbitkan.

Yusril juga meminta semua pihak untuk menyikapi permasalahan ini dengan tenang, sembari menekankan bahwa pemberian kode pulau oleh Kemendagri, yang saat ini mengacu pada usulan Sumatera Utara, bukanlah keputusan akhir. Penentuan batas wilayah harus dituangkan dalam Permendagri.

Yusril berencana membahas persoalan ini dengan Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatera Utara. Kesepakatan antara kedua provinsi akan menjadi dasar bagi Mendagri untuk menerbitkan Permendagri mengenai batas wilayah.

Yusril memberikan contoh lain, faktor kedekatan geografis tidak selalu menjadi penentu. Ia mencontohkan Pulau Natuna yang lebih dekat dengan Malaysia namun tetap menjadi bagian dari Indonesia, serta Pulau Miangas yang meskipun dekat Filipina, tetap menjadi wilayah Indonesia berdasarkan keputusan arbitrase internasional. Kasus sebaliknya terjadi pada Pulau Pasir yang lebih dekat Indonesia, tetapi menjadi bagian dari Australia.

Scroll to Top