Pernyataan Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, yang meragukan adanya bukti pemerkosaan massal dalam kerusuhan Mei 1998, menuai kecaman dan reaksi keras. Komisi X DPR RI berencana memanggil Fadli Zon untuk memberikan klarifikasi resmi terkait pernyataannya.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, menegaskan pentingnya klarifikasi ini mengingat sensitivitas isu kekerasan seksual dalam sejarah Indonesia. Menurutnya, pernyataan Fadli Zon berpotensi melukai semangat penegakan HAM dan rekonsiliasi nasional, serta meragukan temuan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF).
"Komisi X DPR RI akan menjadwalkan pertemuan dengan Kementerian Kebudayaan pada Masa Sidang IV yang dimulai 24 Juni, untuk meminta penjelasan lebih lanjut terkait pernyataan tersebut," ungkap Lalu.
Lalu menekankan bahwa TGPF adalah dokumen resmi negara, bukan opini spekulatif. Pemerintah, termasuk pejabat publik, seharusnya tidak mengeluarkan pernyataan yang mereduksi semangat penegakan HAM dan rekonsiliasi nasional. Tragedi Mei 1998 harus tetap menjadi bagian dari narasi sejarah nasional, termasuk dalam kurikulum pendidikan dan kebijakan kebudayaan, guna memastikan keadilan memori dan mencegah penghapusan sejarah (historical denialism).
Komisi X DPR RI juga mendorong pemerintah untuk memperkuat komitmen dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk kerusuhan Mei 1998, melalui jalur yudisial atau non-yudisial yang bermartabat dan berpihak pada korban. Komisi X DPR RI memiliki kepentingan untuk menjaga kebenaran sejarah, memperjuangkan keadilan bagi korban, serta memastikan tragedi serupa tidak terulang di masa depan.
Pernyataan Fadli Zon sebelumnya telah memicu kritik luas dari berbagai pihak, termasuk aktivis dan Komnas Perempuan. Komnas Perempuan menilai pernyataan tersebut menyakitkan bagi penyintas dan memperpanjang impunitas.
Dalam klarifikasinya, Fadli Zon menyampaikan apresiasi terhadap kepedulian publik pada sejarah. Ia menyebut peristiwa huru hara 13-14 Mei 1998 menimbulkan beragam perspektif, termasuk soal ada atau tidaknya perkosaan massal. Ia juga menyebut laporan TGPF ketika itu hanya menyebut angka tanpa data pendukung yang solid. Meskipun demikian, Fadli Zon mengutuk dan mengecam keras berbagai bentuk perundungan dan kekerasan seksual pada perempuan.