Kementerian Kesehatan (Kemenkes) baru-baru ini mengungkapkan data yang mengkhawatirkan: lebih dari 23 ribu kasus sifilis tercatat di Indonesia pada tahun 2024. Sifilis, penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum, seringkali dikaitkan dengan perilaku seksual berisiko tinggi. Namun, Kemenkes menegaskan bahwa anggapan ini keliru.
"Sifilis gak pilih-pilih. Yang gak ‘nakal’ pun bisa kena," demikian pernyataan Kemenkes melalui akun Instagram resminya. Pesan ini menggarisbawahi bahwa siapa saja, tanpa memandang gaya hidup seksual mereka, berpotensi terinfeksi sifilis.
Penyakit ini umumnya menyebar melalui kontak seksual langsung dengan luka sifilis, yang seringkali muncul di area genital, rektum, atau mulut. Lebih jauh, sifilis juga dapat ditularkan dari ibu ke anak selama kehamilan, persalinan, bahkan melalui ASI.
Gejala sifilis bervariasi tergantung pada tahap infeksinya:
Sifilis Primer: Ditandai dengan munculnya luka kecil (chancre) yang tidak sakit di area masuknya bakteri, biasanya 10 hingga 90 hari setelah terpapar.
Sifilis Sekunder: Muncul ruam di telapak tangan dan kaki beberapa minggu setelah luka primer sembuh. Kutil juga bisa muncul di area genital atau mulut.
Sifilis Laten: Pada tahap ini, tidak ada gejala yang terlihat selama bertahun-tahun. Namun, bakteri tetap aktif di dalam tubuh dan masih dapat menularkan penyakit.
Sifilis Tersier: Muncul 10 hingga 30 tahun setelah infeksi awal dan menyebabkan kerusakan organ permanen.
Penting untuk diingat bahwa sifilis dapat menyerang siapa saja. Oleh karena itu, menjaga kesehatan reproduksi dan melakukan pemeriksaan rutin adalah langkah penting untuk mencegah dan mendeteksi dini penyakit ini.