Bahan bakar hidrogen menjanjikan harapan baru bagi dunia dengan potensi energi bersih tanpa emisi gas rumah kaca. Pembakaran hidrogen menghasilkan panas dan air murni, berpotensi menggantikan bahan bakar minyak (BBM).
Produksi hidrogen membutuhkan energi dan biaya besar. Indonesia menargetkan hidrogen hijau, amonia, serta penangkapan dan penyimpanan karbon untuk mengurangi jejak karbon dan menggunakan hidrogen sebagai alternatif energi masa depan.
Sel bahan bakar (fuel cell) hidrogen menggabungkan hidrogen dan oksigen untuk menghasilkan air, menghasilkan listrik dalam prosesnya.
Hidrogen Alami: Karunia Alam yang Terlupakan?
Ahli geosains menemukan hidrogen alami dalam batuan, hasil proses serpentinisasi. Proses metamorfik ini mereaksikan batuan ultramafik dengan air pada suhu dan tekanan rendah, menghasilkan mineral serpentine dan gas hidrogen. Gas hidrogen terperangkap di dalam batuan.
Batuan ultramafik adalah bagian seri ofiolit, fosil kerak samudra yang terangkat ke permukaan karena tektonik. Air laut atau air tawar masuk ke celah kerak bumi, bereaksi dengan batuan ultramafik selama serpentinisasi.
Reaksi Fe2+ dalam olivin dioksidasi air menjadi Fe3+, menghasilkan oksida besi dalam serpentinit dan magnetit (Fe3O4), serta gas hidrogen. Proses reduksi ini mengubah air menjadi gas hidrogen, karbondioksida menjadi format, metana, dan senyawa organik lainnya. Serpentinisasi dalam peridotit dasar laut difasilitasi sirkulasi air laut dan keluaran kimia dari sistem hidrotermal di lapisan ultrabasa.
Jejak Hidrogen Geologi di Bumi Pertiwi
Sulawesi Tengah memiliki sebaran batuan ultramafik terbanyak di Indonesia. Penelitian di One Pute Jaya, Morowali, Sulawesi Tengah menemukan tempat wisata air panas mengandung gas hidrogen di permukaannya. Gelembung gas di mata air adalah gas hidrogen dari serpentinisasi, terkait patahan Matano yang menjadi jalur migrasi gas ke permukaan.
Peran Geofisika dalam Eksplorasi
Serpentinisasi mengubah sifat magnetik dan fisik batuan. Peningkatan kerentanan magnetik disebabkan pembentukan mineral magnetit. Magnetisasi tinggi menandai serpentinisasi, anomali akibat hidrasi peridotit mantel yang tersingkap di berbagai tatanan tektonik.
Penurunan densitas juga konsekuensi serpentinisasi. Proses ini menciptakan rekahan dan ruang pori yang meningkatkan volume batuan.
Eksperimen seismik mengungkapkan penurunan kecepatan seismik akibat serpentinisasi di kerak, mencerminkan densitas serpentinit yang rendah. Peridotit yang mengalami serpentinisasi menunjukkan resistivitas listrik yang lebih rendah karena porositasnya yang lebih tinggi.
Berdasarkan perubahan parameter fisika ini, geofisikawan diharapkan dapat melakukan eksplorasi batuan ultramafik yang berpotensi menghasilkan hidrogen alami untuk memenuhi kebutuhan energi di masa depan.