Sebuah pesawat Saudia Airlines dengan nomor penerbangan SV-5276 yang membawa 442 jemaah haji dari Jeddah menuju Jakarta mengalami kejadian menegangkan. Pesawat tersebut terpaksa melakukan pendaratan darurat di Bandara Kualanamu, Medan, setelah menerima ancaman bom yang mengkhawatirkan.
Ancaman bom itu diterima oleh PT Angkasa Pura melalui surat elektronik (email). Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (Ditjen Hubdar) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyatakan bahwa ancaman tersebut dikirimkan oleh pihak yang tidak dikenal.
Email ancaman itu masuk sekitar pukul 07.30 WIB. Isinya adalah ancaman peledakan pesawat Saudia Airlines.
"E-mail tersebut berisikan ancaman dari seseorang yang tidak dikenal yang akan meledakkan pesawat Saudia Airlines SV 5276 rute Jeddah-Jakarta," ungkap Dirjen Hubdar, Lukman F Laisa.
Menanggapi ancaman tersebut, Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) segera mengaktifkan Ruang EOC (Emergency Operation Center), pusat komando dan pengendalian dalam situasi darurat. Mereka berkoordinasi dengan Komite Keamanan Bandar Udara Soekarno Hatta untuk mengambil tindakan cepat.
Pada pukul 10.17 WIB, Pilot in Command (PIC) menginformasikan kepada Air Traffic Controller (ATC) bahwa penerbangan dialihkan (divert) dari Bandara Soetta ke Bandara Kualanamu untuk penanganan lebih lanjut.
"Pihak Bandara Kualanamu berkoordinasi dengan Otoritas Bandar Udara Wilayah II dan mengaktifkan EOC. Mereka juga menghubungi Komite Keamanan Bandar Udara Kualanamu untuk persiapan penanganan ancaman bom di pesawat udara," jelasnya.
Tim Penjinak Bahan Peledak (Jihandak) dari kepolisian segera dikerahkan ke Bandara Kualanamu. Pada pukul 10.55 WIB, pesawat Saudia Airlines SV 5276 mendarat dengan selamat dan diparkir di area terpencil (isolated parking position).
"Bandara Kualanamu mengevakuasi seluruh penumpang haji. Tim Jihandak kemudian melakukan penyisiran menyeluruh di dalam pesawat untuk mencari keberadaan bom," tambahnya.
Lukman meyakinkan bahwa penanggulangan keadaan darurat keamanan penerbangan ini telah sesuai dengan peraturan yang berlaku, termasuk Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 140 Tahun 2015 dan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor PR 22 Tahun 2024.
"Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan terus berkoordinasi dengan seluruh operator penerbangan, Komite Keamanan Bandar Udara, dan pihak terkait lainnya hingga situasi benar-benar aman dan terkendali," pungkasnya.