Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengisyaratkan bahwa negaranya memiliki opsi untuk melenyapkan Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei. Pernyataan keras ini dilontarkan di tengah meningkatnya konflik antara Iran dan Israel, yang didukung penuh oleh Washington.
Eskalasi bermula ketika Israel melancarkan serangan terhadap fasilitas nuklir dan militer Iran, dengan alasan untuk mencegah Teheran mengembangkan senjata nuklir. Iran membalas dengan meluncurkan rudal dan drone ke wilayah Israel, memperparah ketegangan yang sudah tinggi.
Trump mengklaim bahwa AS kini memegang kendali penuh atas wilayah udara Iran dan mengetahui persis keberadaan Khamenei. Meskipun menyebut Khamenei sebagai "sasaran empuk," Trump mengindikasikan bahwa tindakan ekstrem seperti pembunuhan belum akan dilakukan, "setidaknya untuk saat ini."
Namun, Trump memperingatkan bahwa kesabaran AS semakin menipis dan menuntut agar Iran menyerah tanpa syarat. Pernyataan ini muncul setelah Trump memperpendek kunjungannya ke KTT G7 karena situasi di Timur Tengah.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, juga tidak menampik kemungkinan menargetkan Khamenei. Ia berpendapat bahwa tindakan tersebut justru dapat mengakhiri konflik, alih-alih memperburuknya. Netanyahu menunjuk pada keberhasilan Israel membunuh ilmuwan nuklir Iran sebagai contoh keberhasilan operasi serupa.
Iran bersikeras bahwa program nuklirnya sepenuhnya damai dan membantah tuduhan Israel bahwa mereka sedang mengembangkan bom nuklir. Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, menuding serangan Israel bertujuan untuk menggagalkan potensi kesepakatan nuklir antara Iran dan AS.
Araghchi menegaskan bahwa Iran tidak memulai perang ini dan tidak berniat melanggengkan pertumpahan darah. Namun, ia menyatakan bahwa Teheran akan berjuang habis-habisan untuk melindungi negara dan rakyatnya, dan memperingatkan bahwa upaya menjerumuskan AS ke dalam "Perang Abadi" akan menghancurkan peluang solusi diplomatik.