Kesadaran Penyintas HIV Jangka Panjang: Harapan dan Tantangan di Indonesia

Setiap tanggal 5 Juni, dunia memperingati Hari Kesadaran Penyintas HIV Jangka Panjang, sebuah momen penting untuk menghormati ketahanan hidup mereka dan menekankan perlunya layanan kesehatan yang setara dan berkelanjutan. Di Indonesia, upaya pencegahan dan pengobatan HIV/AIDS terus digencarkan, seiring dengan harapan hidup yang meningkat bagi ODHIV (Orang dengan HIV).

Meskipun kemajuan medis telah membantu meningkatkan harapan hidup, tantangan tetap ada. Target untuk mengakhiri epidemi AIDS pada tahun 2030 semakin dekat, namun cita-cita getting to three zero – nol infeksi baru, nol kematian terkait AIDS, dan nol stigma serta diskriminasi – memerlukan kerja keras yang berkelanjutan.

Data terbaru dari Sistem Informasi HIV AIDS (SIHA) menunjukkan bahwa dari Januari hingga Juni 2024, dari 3.182.913 orang yang menjalani tes HIV, 31.564 (1%) di antaranya positif. Kabar baiknya, 74,1% dari mereka mendapatkan pengobatan ARV. Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, DKI Jakarta, dan Sumatera Utara menjadi lima provinsi dengan kasus HIV tertinggi.

Kelompok usia 25-49 tahun menyumbang persentase ODHIV tertinggi (63%), diikuti oleh kelompok 20-24 tahun (19%) dan ≥50 tahun (10%). Dari segi jenis kelamin, 71% ODHIV adalah laki-laki, sementara 29% adalah perempuan.

Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa 30,5% ODHIV berasal dari kelompok LSL (Lelaki Seks dengan Lelaki), 27,3% dari populasi umum, 12% adalah pasien TB, 6,2% adalah pelanggan PS (Pekerja Seks), dan 5,1% adalah pasangan berisiko tinggi. Ibu hamil menyumbang 4,9%, pasangan ODHIV 4,3%, WPS (Wanita Pekerja Seks) 3,2%, pasien IMS (Infeksi Menular Seksual) 1,5%, calon pengantin 1,4%, waria 1,2%, WBP (Warga Binaan Penjara) 0,6%, dan pengguna narkotika suntik 0,5%.

Pencegahan penularan dari ibu ke anak (PPIA) juga menjadi fokus utama, terutama bagi ibu yang berencana hamil. Penularan dapat terjadi selama kehamilan, persalinan, dan menyusui. Deteksi dini melalui tes rutin saat ANC (Antenatal Care) sangat penting untuk meminimalkan risiko penularan. Program triple eliminasi – tes HIV, Hepatitis, dan Sifilis – ditawarkan kepada ibu hamil.

Destigmatisasi HIV menjadi kunci dalam penanggulangan AIDS. Dengan memperlakukan HIV seperti penyakit lainnya, diharapkan stigma dan diskriminasi dapat berkurang. Edukasi dan bimbingan teknis kepada tenaga kesehatan diperlukan untuk mencapai normalisasi ini.

Sesuai dengan Permenkes No. 21 tahun 2013, layanan Konseling dan Tes HIV (KTS) dan Tes Inisiasi Petugas Kesehatan (TIPK) adalah bagian penting dari upaya penanggulangan. Prinsip 5C dalam tes HIV – Consent (persetujuan), Confidentiality (kerahasiaan), Counseling (konseling), Correct test result (hasil tes valid), dan Connect to care (terhubung dengan layanan pengobatan dan dukungan) – harus diperhatikan.

Dukungan dari orang lain sangat penting bagi ODHIV untuk memperoleh layanan kesehatan yang layak. Peringatan Hari Kesadaran Penyintas HIV Jangka Panjang menjadi pengingat akan perlunya solidaritas dan upaya berkelanjutan dalam menghadapi tantangan HIV/AIDS.

Scroll to Top