China terus memperluas pengaruhnya di Asia Tenggara, salah satunya dengan menawarkan pinjaman untuk pembangunan infrastruktur di berbagai negara. Sihanoukville, Kamboja, menjadi contoh nyata transformasi yang didorong oleh investasi besar-besaran dari Tiongkok.
Dahulu sebuah desa nelayan yang tenang, Sihanoukville kini berubah menjadi pusat perjudian yang ramai. Papan nama berbahasa Mandarin menghiasi setiap sudut kota, dan gelombang wisatawan serta investor dari Tiongkok Daratan membanjiri kota ini. Perjudian, yang ilegal di Tiongkok, menjadi daya tarik utama bagi para pengunjung.
Pertumbuhan ekonomi Sihanoukville sangat pesat. PDB per kapita kota ini mencapai US$ 4.000, dua kali lipat dari rata-rata nasional Kamboja, berkat pusat manufaktur yang dikelola oleh perusahaan China. Zona Ekonomi Khusus Sihanoukville menjadi simbol eratnya hubungan Kamboja-China.
Namun, di balik kemajuan ini, muncul kekhawatiran tentang jebakan utang. Lebih dari sepertiga utang luar negeri Kamboja senilai US$ 11 miliar berasal dari China. Beberapa proyek yang didanai Beijing dianggap kurang berhasil. Jalan tol mewah yang menghubungkan Sihanoukville dengan Phnom Penh, misalnya, seringkali sepi karena tarif tol yang mahal. Proyek-proyek lain seperti Bandara Siem Reap dan rencana pembangunan kanal yang menghubungkan Sungai Mekong dengan Teluk Thailand juga menimbulkan pertanyaan.
Para ahli berpendapat bahwa beberapa proyek terlalu ambisius dan tidak didukung oleh permintaan yang memadai. Ketergantungan ekonomi Kamboja pada modal China menimbulkan kekhawatiran tentang keberlanjutan utang, ketergantungan ekonomi yang berlebihan, dan potensi ancaman terhadap kedaulatan negara. Investasi strategis Beijing ini menggarisbawahi kepentingan jangka panjang China dalam memperkuat pengaruhnya di kawasan Asia Tenggara.