Selat Hormuz: Jalur Minyak Vital yang Terancam, Apa Dampaknya Bagi Dunia?

Ketegangan antara Israel dan Iran kembali membangkitkan kekhawatiran global. Salah satu risiko utama adalah potensi penutupan Selat Hormuz, jalur perdagangan minyak terpenting di dunia.

Selat Hormuz dan Kepentingan Global

Selat sempit ini, yang lebarnya hanya 40 km di titik tersempitnya, menjadi jalur lalu lintas sekitar seperlima minyak mentah dunia. Jumlah ini setara dengan perdagangan energi senilai hampir US$600 miliar per tahun. Terganggunya lalu lintas di jalur ini dapat menyebabkan penundaan pengiriman minyak secara global dan berimbas langsung pada kenaikan harga minyak. Lebih jauh lagi, eskalasi konflik antara Israel dan Iran dapat menyeret negara-negara lain, termasuk Amerika Serikat, yang sangat bergantung pada impor minyak dari negara-negara Teluk.

Potensi Penutupan dan Strategi Iran

Bagi Iran, potensi menutup Selat Hormuz merupakan "daya cegah," layaknya kepemilikan senjata nuklir. Negara ini dapat menghambat perekonomian global jika pihak luar berani berkonflik dengannya. Walaupun begitu, banyak pihak meyakini bahwa Amerika Serikat dan sekutunya memiliki kemampuan untuk dengan cepat memulihkan lalu lintas maritim jika Iran melakukan blokade.

Skenario Blokade dan Dampaknya

Analis memprediksi Iran mungkin melakukan blokade secara bertahap, mulai dari pengumuman larangan navigasi, pemeriksaan kapal, hingga serangan militer. Selama perang Iran-Irak (1980-1988), Iran mengerahkan rudal dan ranjau laut, yang berhasil menaikkan premi asuransi pengiriman dan menciptakan kemacetan maritim.

Kekuatan Militer Iran di Selat Hormuz

Iran memiliki beragam kapal cepat peluncur rudal, kapal tempur, rudal, ranjau laut, dan drone angkatan laut yang siap dioperasikan di Selat Hormuz. Pakar memperkirakan Iran dapat menebar ranjau dengan kapal serang cepat dan kapal selam untuk menghentikan lalu lintas kapal.

Negara yang Paling Terdampak

Arab Saudi merupakan eksportir minyak terbesar melalui Selat Hormuz, dengan pengiriman sekitar enam juta barel per hari. China, India, Jepang, dan Korea Selatan adalah importir utama minyak mentah ini. Negara-negara Asia, yang sebagian masih menjaga hubungan baik dengan Iran, akan mengalami kerugian yang lebih besar daripada Amerika Serikat dan Eropa jika Selat Hormuz ditutup.

Peran China

Sebagai konsumen terbesar minyak dari Selat Hormuz, China tidak menginginkan kenaikan harga minyak atau gangguan dalam rute pengiriman. Diharapkan China dapat menggunakan kekuatan diplomatiknya untuk mencegah penutupan jalur energi vital ini.

Rute Alternatif

Beberapa negara pengekspor minyak di wilayah Teluk telah mengembangkan jalur ekspor alternatif untuk mengatasi potensi blokade. Arab Saudi mengoperasikan pipa Timur-Barat dengan kapasitas hingga lima juta barel per hari. Uni Emirat Arab juga memiliki pipa yang menghubungkan ladang minyaknya ke Pelabuhan Fujairah. Meskipun demikian, rute-rute alternatif ini hanya mampu menampung sebagian kecil dari total minyak yang dikirimkan melalui Selat Hormuz.

Scroll to Top