Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan signifikan pada sesi perdagangan pagi, Kamis (19 Juni 2025), terperosok lebih dari 1%. Pada penutupan sesi awal, IHSG merosot 100 poin atau 1,41% ke level 7.007,82. Dominasi saham yang melemah sangat terasa, dengan 568 saham mengalami penurunan, sementara hanya 85 saham yang berhasil menguat, dan 144 saham stagnan.
Total nilai transaksi mencapai Rp 7,5 triliun dengan melibatkan 15 miliar saham dalam 859.680 transaksi. Akibatnya, kapitalisasi pasar kembali menyusut menjadi Rp 12.295,62 triliun.
Sejumlah faktor menjadi penyebab utama pelemahan pasar saham Indonesia. Salah satunya adalah proyeksi terbaru dari The Federal Reserve (The Fed) yang merevisi penurunan suku bunga acuannya menjadi hanya dua kali dalam setahun ini.
Secara teknikal, IHSG berada dalam fase konsolidasi bearish, dengan indikator Stochastics K_D dan RSI yang masih menunjukkan sentimen negatif. The Fed mengindikasikan bahwa inflasi diperkirakan akan tetap tinggi, sementara pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) diproyeksikan melambat. Hal ini mendorong The Fed untuk mempertahankan suku bunga acuannya di level 4,5%.
Bank Indonesia (BI) juga menyoroti ketidakpastian global yang masih tinggi, dipicu oleh dinamika negosiasi tarif antara AS dan negara lain, serta ketegangan geopolitik di Timur Tengah, yang berpotensi memperlambat laju pertumbuhan ekonomi global. Fokus utama BI saat ini adalah menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah. Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) terakhir, BI memutuskan untuk mempertahankan BI Rate di level 5,5%.
Selain itu, pasar juga tengah mencermati perkembangan tensi geopolitik, terutama potensi serangan AS terhadap Iran. Ketidakpastian mengenai respons Presiden AS terhadap situasi di Timur Tengah menambah kekhawatiran pelaku pasar dan investor. Eskalasi konflik dikhawatirkan dapat berdampak lebih luas dan serius.
The Fed juga merevisi turun proyeksi pertumbuhan ekonomi, yang disertai potensi kenaikan inflasi dan tingkat pengangguran, serta tensi geopolitik yang meningkat. Kombinasi faktor-faktor ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku pasar dan investor mengenai ketidakpastian kondisi ekonomi global saat ini.