Ketegangan di Timur Tengah meningkat tajam setelah Korea Utara mengecam keras agresi Israel yang memicu konflik dengan Iran. Pyongyang menyampaikan keprihatinan mendalam atas aksi militer Israel, menyebut pembunuhan warga sipil sebagai "kejahatan terhadap kemanusiaan."
Di tengah kobaran api dan asap yang membubung dari kebakaran akibat perang udara Israel-Iran, Korea Utara memperingatkan Amerika Serikat dan Eropa agar tidak "menyulut api perang" di kawasan tersebut. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Korea Utara mengingatkan bahwa tindakan negara-negara Barat berpotensi "meningkatkan bahaya perang habis-habisan baru."
Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, baru-baru ini mengunjungi pangkalan pelatihan militer, menunjukkan kesiapan negara itu. Bersamaan dengan kecaman tersebut, Korut menegaskan bahwa mereka memiliki kekuatan militer yang substansial sebagai penyeimbang keamanan regional.
Militer Korea Utara, atau Tentara Rakyat Korea (KPA), merupakan salah satu yang terbesar di dunia, dengan 1,28 juta personel aktif dan sekitar 6,3 juta cadangan serta paramiliter. KPA juga memiliki persenjataan nuklir dan rudal balistik yang canggih. Diperkirakan memiliki puluhan hingga lebih dari 100 hulu ledak nuklir serta sekitar 1.000 rudal balistik dari jarak pendek hingga antarbenua (ICBM) seperti Hwasong‑17 dan Hwasong‑19.
Selain itu, Korut terus mengembangkan kemampuan asimetris seperti rudal kapal selam (SLBM) Pukguksong‑5, pasukan elit operasi khusus, dan sistem pertahanan udara multilapis yang dapat menimbulkan kendala besar bagi intervensi militer asing.
Korea Utara memperkuat posisinya sebagai kekuatan militer yang siaga penuh, seraya memperingatkan bahwa campur tangan AS atau Barat akan membawa "kerugian yang tak terpulihkan" dan memperluas konflik global. Demonstrasi kekuatan militer, termasuk parade militer untuk memperingati 75 tahun berdirinya angkatan bersenjata Korea Utara, menggarisbawahi tekad negara itu untuk mempertahankan diri dan kepentingan regionalnya.