Wilmar International Limited, atau yang lebih dikenal sebagai Wilmar Group, tengah menghadapi tuduhan serius terkait praktik korupsi dalam izin ekspor Crude Palm Oil (CPO). Beberapa anak perusahaan Wilmar, termasuk PT Multimas Nabati Asahan, PT Multimas Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bionergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia, menjadi pihak yang terseret dalam dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor CPO beserta produk turunannya.
Meskipun pada putusan tingkat pertama di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada 19 Maret 2025, ketiga terdakwa dinyatakan bebas, hakim menyatakan bahwa perbuatan mereka terbukti sesuai dengan dakwaan jaksa, namun bukan merupakan tindak pidana atau ontslag.
Kasus ini semakin rumit ketika Kejaksaan Agung menangkap empat hakim pada pertengahan April atas dugaan suap terkait putusan ontslag tersebut. Diduga, mereka menerima suap sebesar Rp60 miliar.
Kejaksaan Agung tidak tinggal diam dan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, menuntut Wilmar Group untuk membayar uang pengganti sebesar Rp11,8 triliun. Penyitaan aset dengan nilai fantastis ini menandai salah satu penyitaan terbesar dalam sejarah penegakan hukum di Indonesia.
Lantas, siapa sebenarnya Wilmar ini dan bagaimana perjalanan bisnisnya hingga menjadi sorotan dalam kasus korupsi ini?
Wilmar adalah perusahaan asal Singapura yang telah beroperasi sejak tahun 1991. Didirikan oleh Kuok Khoon Hong dan Martua Sitorus, Wilmar Trading Pte Ltd memulai perjalanannya dengan modal awal 100 ribu dolar Singapura dan hanya lima karyawan.
Kuok Khoon Hong, warga negara Singapura kelahiran 1949, tercatat memiliki kekayaan mencapai US$3,8 miliar pada tahun 2024. Ia juga merupakan keponakan dari miliarder Malaysia, Robert Kuok. Meskipun telah berusia 75 tahun, Kuok Khoon Hong masih aktif menjabat sebagai Chairman dan CEO Wilmar Group.
Sejak awal berdiri, Wilmar telah fokus pada bisnis kelapa sawit. Proyek pertama mereka adalah membuka perkebunan kelapa sawit seluas 7.000 hektare di Sumatra Barat. Kini, Wilmar menjadi salah satu pemilik perkebunan kelapa sawit terbesar di dunia, dengan operasi yang tersebar di Indonesia, Malaysia, Uganda, Pantai Gading, Ghana, dan Nigeria.
Di Indonesia, bisnis sawit Wilmar berkembang pesat. Mereka menjadi pemain utama di berbagai lini, mulai dari penyulingan minyak sawit, penggilingan kopra, produksi biodiesel, hingga pembuatan minyak goreng kemasan dengan merek-merek terkenal seperti Sania dan Fortune.
Pada tahun 1993, Wilmar menggandeng Adani Group dari India untuk melakukan ekspansi bisnis, khususnya dalam penyulingan dan produksi minyak goreng kemasan di Bangladesh. Kemitraan ini melahirkan Adani Wilmar Limited, yang kini dikenal sebagai AWL Agri Business Limited. Pada tahun 1999, perusahaan ini telah mengoperasikan lebih dari 100 pabrik di India.
Wilmar resmi melantai di Bursa Efek Singapura pada Agustus 2006, dengan kapitalisasi pasar awal sebesar 2,38 miliar dolar Singapura. Setelah itu, Wilmar terus melebarkan sayap bisnisnya hingga ke produksi tepung, beras, dan gula.
Kini, Wilmar Group memiliki lebih dari 1.000 pabrik manufaktur yang tersebar di lebih dari 30 negara dan wilayah. Jaringan distribusinya mencakup China, India, Indonesia, dan sekitar 50 negara serta wilayah lainnya. Dengan jumlah karyawan sekitar 100 ribu orang, Wilmar International mencatatkan laba bersih sebesar US$1,16 miliar pada tahun lalu.