Beirut – Ketegangan di Timur Tengah semakin memanas. Hizbullah, kelompok yang didukung Iran di Lebanon, menegaskan posisinya untuk tidak bersikap netral dalam konflik yang sedang berlangsung antara Iran dan Israel. Pernyataan ini disampaikan di tengah peringatan keras dari Amerika Serikat (AS) agar kelompok tersebut tidak terlibat dalam perang tersebut.
Naim Qassem, pemimpin Hizbullah, menyatakan bahwa kelompoknya akan "bertindak sesuai dengan apa yang kami anggap tepat" dalam menanggapi perang tersebut. Dia juga dengan tegas menyatakan bahwa Hizbullah "tidak netral" dalam konfrontasi antara Teheran, pendukung utama mereka, dan Tel Aviv, musuh bebuyutan.
"Amerika yang tiran dan Israel yang pelaku kriminal tidak akan mampu menaklukkan rakyat Iran dan Korps Garda Revolusi Islam," ujar Qassem. Dia menambahkan bahwa Hizbullah memiliki "tanggung jawab untuk mendukung Iran dan memberikan semua bentuk dukungan yang berkontribusi untuk mengakhiri tirani dan penindasan ini".
Peringatan AS disampaikan oleh Utusan Khusus untuk Suriah, Tom Barrack, saat kunjungan perdananya ke Beirut. Barrack, yang juga menjabat sebagai Duta Besar AS untuk Turki, bertemu dengan sejumlah pejabat tinggi Lebanon, termasuk Ketua Parlemen Nabih Berri, sekutu Hizbullah.
"Atas nama Presiden (Donald) Trump, saya dapat mengatakan bahwa itu akan menjadi keputusan yang sangat, sangat buruk," tegas Barrack, menanggapi pertanyaan tentang kemungkinan keterlibatan Hizbullah dalam perang Iran-Israel.
Hizbullah diketahui telah mengalami kerugian signifikan dalam perang melawan Israel tahun sebelumnya, yang berakhir dengan perjanjian gencatan senjata pada November.
Sementara itu, Perdana Menteri (PM) Lebanon, Nawaf Salam, setelah bertemu dengan Barrack, menegaskan komitmen negaranya "terhadap pilihan keamanan dan stabilitas serta penolakan untuk terseret ke dalam perang yang sedang berlangsung di kawasan tersebut".