Indonesia tengah berupaya keras untuk mencapai target eliminasi AIDS pada tahun 2030. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat, hingga Maret 2025, telah ditemukan 356.638 Orang Dengan HIV (ODHIV). Angka ini masih jauh dari estimasi total 564 ribu ODHIV yang perlu dijangkau agar dapat segera memperoleh penanganan.
Direktur Penyakit Menular Kemenkes mengungkapkan bahwa dari jumlah ODHIV yang ditemukan, sekitar 67% atau 239.819 orang sedang menjalani pengobatan. Kabar baiknya, sekitar 55% atau 132.575 orang yang menjalani pengobatan tersebut menunjukkan hasil yang menggembirakan, yaitu virusnya telah berhasil ditekan.
Namun, tantangan masih membentang. Penemuan kasus baru dan memastikan ODHIV tetap dalam pantauan menjadi pekerjaan rumah yang besar. Banyak ODHIV yang menghilang saat dipantau, sehingga target 95% ODHIV mengetahui statusnya belum tercapai.
Untuk mencapai target 95-95-95 yang dicanangkan, upaya harus digenjot. Target tersebut meliputi: 95% ODHIV hidup mengetahui statusnya, 95% yang mengetahui statusnya menjalani terapi AntiRetroViral (ARV), dan 95% yang menjalani terapi ARV virusnya tersupresi. Tersupresi di sini berarti virus tidak lagi menular, meskipun masih ada di dalam tubuh.
Selain itu, Indonesia juga berambisi mencapai Three Zeroes: nol infeksi baru HIV, nol kematian akibat AIDS, dan nol stigma serta diskriminasi terhadap ODHIV.
Dari data yang ada, diketahui bahwa 37% dari ODHIV yang ditemukan berasal dari populasi kunci, seperti lelaki seks lelaki (LSL), wanita pekerja seks (WPS), pengguna narkoba suntik (penasun), serta waria atau transgender. Sebanyak 36,7% berasal dari populasi umum, termasuk individu dengan sistem imun rendah, penderita tuberkulosis, infeksi menular seksual (IMS), hepatitis, ibu hamil, dan warga binaan. Sisanya, 10,8% termasuk populasi khusus seperti calon pengantin, dan 15,3% adalah populasi rentan seperti pelanggan pekerja seks, pasangan populasi kunci, dan anak yang lahir dari ibu dengan HIV/AIDS.
Untuk mempercepat penemuan dan penanganan ODHIV serta IMS, Indonesia mengintensifkan upaya pencegahan, surveilans, penanganan kasus, dan promosi kesehatan.
Formulasi pencegahan untuk publik adalah ABCDE: Abstinensi (tidak berhubungan seksual sebelum menikah), Be Faithful (setia pada pasangan), Condom (penggunaan kondom untuk mitigasi risiko), No Drugs (menghindari narkoba karena berpotensi menularkan melalui jarum suntik), dan Education (edukasi). Masyarakat juga diimbau untuk tidak takut memeriksakan diri.
Untuk menekan stigma dan diskriminasi, tenaga kesehatan telah dilatih dan masyarakat diedukasi mengenai cara memperlakukan pasien HIV dan IMS dengan benar, termasuk menjaga kerahasiaan dan privasi mereka.
Pesan penting yang ingin disampaikan adalah: HIV dan IMS bukanlah masalah moral, melainkan masalah kesehatan. Penyakit ini dapat menyerang semua usia dan lapisan masyarakat. Oleh karena itu, penting untuk tidak menghakimi siapapun dan melihatnya sebagai masalah kesehatan yang perlu ditangani bersama.