Konflik Iran-Israel: Pelajaran Geopolitik untuk Indonesia

Konflik yang melibatkan Iran dan Israel kembali menyoroti bahwa persaingan geopolitik modern lebih dari sekadar perbedaan ideologi atau sengketa wilayah. Perebutan aset geostrategis, yang menjadi pilar kekuatan ekonomi dan pertahanan suatu negara, kini menjadi pemicu utama konflik.

Serangan Israel terhadap fasilitas gas alam South Pars milik Iran menggarisbawahi bahwa infrastruktur energi dapat menjadi target militer karena dianggap menopang kekuatan strategis lawan. South Pars, yang terletak di Selat Hormuz dan berbagi struktur geologis dengan North Dome Qatar, menyimpan cadangan gas alam terbesar di dunia. Pengembangan blok gas ini oleh Iran, di tengah sanksi internasional, merupakan simbol kemandirian dan perlawanan terhadap ketergantungan teknologi Barat.

Serangan tersebut, meski hanya mengenai satu dari 30 blok aktif, dipandang Iran sebagai provokasi terhadap kedaulatan energi dan pesan politik yang mendalam. Respons Iran dengan meluncurkan ratusan rudal dan drone ke Israel, termasuk infrastruktur sipil, merupakan eskalasi langsung dan pertarungan atas kendali kawasan.

Relevansi bagi Indonesia

Konflik ini menawarkan pelajaran penting bagi Indonesia. Pertama, kemandirian energi dan teknologi bukan hanya soal pembangunan, tetapi juga keamanan dan diplomasi. Jika Indonesia menjadi pemain utama dalam energi hijau, transisi digital, atau hilirisasi tambang, aset-aset tersebut akan menjadi bagian dari kepentingan strategis nasional, rentan terhadap intervensi.

Proyek strategis seperti IKN, pengembangan Morotai, dan penguatan Natuna harus dilihat dalam konteks internasional. Infrastruktur tidak boleh hanya dilihat dari perspektif domestik. Diplomasi Indonesia harus bersinergi antara pembangunan dalam negeri dan konstelasi global.

Kedua, Indonesia harus memaknai kembali prinsip bebas aktif dalam dunia multipolar. Bebas bukan berarti netral tanpa suara; aktif bukan berarti hanya hadir dalam forum internasional. Bebas aktif berarti berani memilih posisi yang memperkuat kepentingan nasional jangka panjang dan membangun stabilitas kawasan.

Ketiga, Indonesia perlu memanfaatkan reputasinya sebagai negara damai dan demokratis untuk memperluas soft power. Dunia tengah jenuh dengan pendekatan zero-sum dan unilateralisme. Indonesia dapat berperan sebagai jembatan, fasilitator, dan penengah.

Menuju Tata Dunia yang Lebih Adil

Serangan terhadap South Pars adalah serangan terhadap impian negara berkembang yang ingin mandiri. Dunia multipolar menjanjikan distribusi kekuasaan yang lebih adil dan peluang kerja sama lintas blok, tetapi juga risiko konflik antar mimpi-mimpi besar yang saling berbenturan.

Indonesia harus bersiap. Tidak cukup hanya mengandalkan semangat non-blok. Indonesia memerlukan kecerdasan geopolitik, diplomasi strategis, dan kepemimpinan regional yang konsisten. Dalam dunia multipolar, aktor menengah seperti Indonesia memiliki ruang lebih besar untuk bersuara, asalkan tahu kapan harus diam, kapan harus berbicara, dan kapan harus bertindak.

Scroll to Top