Iran, melalui Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), mengumumkan serangkaian serangan rudal balasan terhadap Israel, menandai aksi ke-18 yang dilancarkan. Serangan ini menargetkan lokasi militer dan pusat dukungan operasional di wilayah tengah Israel, termasuk bandara internasional Ben Gurion.
Senjata utama dalam serangan ini adalah pesawat nirawak (drone) Shahed-136, rancangan dalam negeri Iran, yang diklaim IRGC "terus-menerus beroperasi di langit" Israel. Selain drone, rudal berbahan bakar padat dan cair juga digunakan dalam serangan tersebut. IRGC sesumbar bahwa "sistem pertahanan paling canggih pun tidak mampu mencegatnya." Mereka juga menegaskan bahwa operasi gabungan drone dan rudal akan berlanjut secara intensif dan terarah.
IRGC merinci target yang disasar dalam serangan balasan ini, termasuk lokasi militer Zionis, industri pertahanan, pusat komando dan kendali, perusahaan logistik yang mendukung operasi militer Israel, serta pangkalan udara Nevatim dan Hatzerim. Target-target ini dianggap sebagai bagian dari "poros kejahatan" terhadap warga Gaza, Lebanon, dan Yaman sejak dimulainya Operasi Badai Al-Aqsa pada Oktober 2023, dan juga digunakan selama perang melawan Republik Islam Iran.
Menurut IRGC, ledakan besar dan serangan presisi di Tel Aviv, Haifa, dan Be’er Sheva menunjukkan peningkatan signifikan dalam daya serang rudal balistik Iran, yang bertujuan memberikan "hukuman penuh" kepada rezim Zionis.
IRGC juga menyinggung dukungan publik yang besar di Iran, termasuk demonstrasi "murka dan kemenangan" dan dukungan dari ekspatriat Iran serta kelompok perlawanan, yang memperkuat tekad Angkatan Bersenjata Iran dalam melawan "agresor Israel."
Serangan ini merupakan respons terhadap agresi Israel pada tanggal 13 Juni, yang menargetkan situs nuklir, militer, dan perumahan Iran, menyebabkan kematian komandan militer, ilmuwan nuklir, dan warga sipil. Pasukan Dirgantara IRGC kemudian melancarkan 18 gelombang serangan rudal balasan terhadap Israel sebagai bagian dari Operasi Janji Sejati 3 hingga tanggal 20 Juni.