Jakarta, CNBC Indonesia – Harga emas global mengalami penurunan dalam sepekan terakhir, tertekan oleh meredanya tensi geopolitik di Timur Tengah dan indikasi kebijakan moneter yang lebih ketat dari bank sentral AS, The Federal Reserve.
Menurut data Refinitiv, harga emas di pasar spot ditutup pada level US$ 3.367,98 per troy ons pada Jumat (20/6/2025), lebih rendah 0,13% dibandingkan penutupan akhir pekan sebelumnya (13/6/2025) di US$ 3.432,19 per troy ons. Secara kumulatif, harga emas terpangkas sekitar 1,87% sepanjang minggu ini.
Penurunan terjadi secara beruntun sejak awal pekan. Emas dibuka pada kisaran US$ 3.382,93 pada Senin (16/6) dan menyentuh titik terendah mingguan di US$ 3.367,98 pada Jumat (20/6), dengan tren cenderung stagnan dan kesulitan menembus kembali level psikologis US$ 3.400.
Faktor utama yang membebani harga emas adalah meredanya ketegangan antara Israel dan Iran. Setelah serangkaian serangan balasan di awal Juni, situasi secara bertahap menunjukkan stabilisasi. Redanya eskalasi di kawasan tersebut mengurangi kebutuhan investor untuk mencari aset aman (safe haven) seperti emas.
Kondisi di Timur Tengah dinilai "lebih terkendali" dalam seminggu terakhir, yang menurunkan sentimen perlindungan risiko yang biasanya mendukung harga logam mulia.
Selain itu, sikap hawkish The Fed juga memberikan tekanan pada emas. Meskipun bank sentral AS mempertahankan suku bunga acuan pada kisaran 4,25%-4,50%, Ketua Jerome Powell memberikan sinyal bahwa penurunan suku bunga di masa depan kemungkinan akan berjalan lebih lambat dari perkiraan pasar.
Powell menekankan bahwa risiko inflasi masih tinggi, terutama setelah rencana kenaikan tarif impor oleh Presiden AS Donald Trump. Hal ini menyebabkan pasar menurunkan ekspektasi terhadap pelonggaran moneter dalam waktu dekat, sehingga emas menjadi kurang menarik karena tidak memberikan imbal hasil (yield).
Emas perlu kembali ke level US$ 3.400 untuk memberikan sinyal kuat bagi para pelaku pasar.
Kepemilikan SPDR Naik Tipis, Dukungan Tetap Ada
Meskipun harga spot melemah, sentimen positif muncul dari sisi institusi. SPDR Gold Trust (GLD), ETF emas terbesar di dunia, melaporkan peningkatan kepemilikan sebesar 0,30% menjadi 950,24 ton per 20 Juni 2025, dari sebelumnya 947,37 ton pada 18 Juni. Kenaikan ini mengindikasikan bahwa investor besar masih melihat emas sebagai aset strategis jangka panjang.
Namun, akumulasi tambahan ini belum cukup untuk mengimbangi tekanan mingguan akibat meredanya tensi geopolitik dan panduan kebijakan moneter yang ketat.
Prospek: Masih Ada Peluang, Namun Tantangan Tetap Ada
Meskipun melemah dalam seminggu terakhir, emas masih mencatatkan kenaikan signifikan sepanjang tahun 2025. Sejak awal tahun, harga emas telah meningkat hampir 30%, didukung oleh ketidakpastian global, krisis fiskal AS, dan lonjakan permintaan dari bank sentral serta investor Tiongkok.
Dalam jangka pendek, harga emas kemungkinan akan terus bergerak fluktuatif. Jika konflik di Timur Tengah kembali memanas atau The Fed mulai memberikan sinyal dovish yang lebih kuat, emas berpotensi naik kembali menembus level US$ 3.400.
Selama ketidakpastian geopolitik dan kekhawatiran fiskal AS masih membayangi, emas akan tetap menjadi pilihan utama bagi investor.