China Memperketat Kontrol Internet dengan Sistem Identitas Nasional: Kebebasan Berekspresi Terancam?

Pemerintah China terus memperkuat pengawasan terhadap aktivitas internet warganya. Akun anonim di media sosial kini hampir mustahil ditemukan, dan langkah terbaru adalah peluncuran sistem identitas internet nasional (national internet ID). Sistem ini dikhawatirkan akan semakin mengikis kebebasan berekspresi yang sudah terbatas.

Sistem ID internet nasional ini berbeda dengan verifikasi identitas sebelumnya yang mengharuskan warga menyerahkan informasi pribadi ke setiap platform. Alih-alih, pemerintah berupaya memusatkan proses dengan menerbitkan ID virtual yang memungkinkan pengguna masuk ke berbagai aplikasi media sosial dan situs web.

Peraturan terkait sistem ini, yang ditandatangani oleh sejumlah pejabat tinggi negara, akan berlaku pada 15 Juli 2025. Pemerintah mengklaim sistem ini bertujuan untuk "melindungi informasi identitas warga negara, dan mendukung perkembangan ekonomi digital yang sehat dan teratur".

Namun, para ahli di China khawatir bahwa kebijakan baru ini akan semakin membatasi kebebasan berekspresi dengan memaksa pengguna internet menyerahkan lebih banyak kendali kepada negara. Sejak Presiden Xi Jinping berkuasa pada 2012, negara itu memang semakin memperketat kendalinya atas ruang digital melalui pembentukan pasukan penyensor yang aktif menghapus unggahan, menangguhkan akun, dan membantu pihak berwenang mengidentifikasi para pengkritik.

Proposal aturan ini telah menuai kritik tajam dari para profesor hukum, pakar hak asasi manusia, dan pengguna internet. Namun, aturan yang telah difinalisasi sebagian besar tetap mirip dengan rancangannya.

Seorang ilmuwan yang mempelajari kebebasan internet menyebut sistem ini sebagai "infrastruktur totalitarianisme digital" yang mampu memantau dan memblokir pengguna secara real-time, serta menghapus suara-suara yang tidak disukai dari internet.

Peneliti hak asasi manusia juga menyuarakan kekhawatiran bahwa sistem tersebut memberi pemerintah kewenangan lebih luas untuk melacak seluruh jejak digital pengguna.

Meskipun media pemerintah China menggembar-gemborkan ID internet sebagai "rompi antipeluru untuk informasi pribadi" dan mengklaim mampu mengurangi risiko kebocoran data, para ahli mempertanyakan seberapa sukarela sistem tersebut sebenarnya dan menyoroti potensi pelanggaran data karena informasi pribadi dikumpulkan secara terpusat.

Profesor hukum di Universitas Hong Kong mengatakan bahwa meskipun undang-undang tersebut menyajikan sistem ID nasional sebagai sesuatu yang sukarela, namun dapat secara bertahap berubah menjadi sistem yang sulit untuk dihindari. Ia juga mengemukakan kekhawatiran tentang meningkatnya risiko kebocoran data karena platform terpusat berskala nasional menciptakan satu titik kerentanan.

Para kritikus peraturan baru ini bahkan telah dibungkam oleh pemerintah. Seorang profesor hukum terkemuka di Universitas Tsinghua, misalnya, akun media sosialnya ditangguhkan karena mengkritik penerapan sistem tersebut.

Scroll to Top