Trump Bantah Intelijen AS Soal Program Nuklir Iran, Ketegangan Meningkat di Timur Tengah

Mantan Presiden AS, Donald Trump, secara terbuka menyanggah penilaian komunitas intelijen negaranya sendiri mengenai program nuklir Iran. Pernyataan ini dilontarkan Trump di tengah meningkatnya ketegangan regional antara Iran dan Israel.

Trump menolak kesaksian Direktur Intelijen Nasional AS saat itu, Tulsi Gabbard, yang menyatakan bahwa Iran tidak sedang mengembangkan senjata nuklir. "Jika demikian, komunitas intelijen saya salah. Mengapa komunitas intelijen mengatakan itu?" ujar Trump kepada wartawan.

Gabbard sebelumnya telah memberikan keterangan di depan Kongres bahwa komunitas intelijen AS "terus menilai bahwa Iran tidak sedang membangun senjata nuklir, dan Pemimpin Tertinggi (Ayatollah Ali) Khamenei belum mengesahkan program senjata nuklir yang ditangguhkannya pada 2003."

Laporan lain juga mengindikasikan bahwa intelijen AS memperkirakan Iran membutuhkan waktu setidaknya dua hingga tiga tahun untuk memproduksi dan menyebarkan senjata nuklir.

Ketegangan regional telah meningkat signifikan setelah serangan udara Israel terhadap beberapa lokasi di Iran, termasuk fasilitas militer dan nuklir. Serangan ini memicu serangan balasan dari Iran, yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa di kedua belah pihak.

Menurut laporan, serangan Israel mungkin hanya menunda program nuklir Iran selama beberapa bulan. Meskipun fasilitas pengayaan di Natanz mengalami kerusakan signifikan, fasilitas yang dijaga ketat di Fordow relatif tidak tersentuh oleh serangan tersebut.

Penolakan Trump terhadap penilaian intelijen AS dan meningkatnya ketegangan militer antara Iran dan Israel semakin memperburuk situasi di Timur Tengah, meningkatkan kekhawatiran akan konflik yang lebih luas.

Scroll to Top