Kasus sifilis di Indonesia melonjak tajam, memicu keprihatinan mendalam. Data terbaru menunjukkan lebih dari 23 ribu kasus tercatat sepanjang tahun 2024. Sifilis, penyakit menular seksual (IMS) yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum, menginfeksi melalui kontak seksual.
Kondisi ini bukan sekadar masalah medis, namun juga indikasi kurangnya perlindungan negara terhadap generasi muda. Pendidikan yang kurang memadai, akses terbatas ke layanan kesehatan, dan rapuhnya ketahanan keluarga menjadi faktor utama yang perlu segera diatasi.
Angka ini menegaskan perlunya perlindungan kesehatan reproduksi yang komprehensif, sistematis, dan berlandaskan nilai-nilai budaya bangsa. Ironisnya, sifilis dapat menyerang siapa saja, bahkan mereka yang tidak termasuk dalam kelompok berisiko tinggi. Oleh karena itu, penanggulangan IMS tidak cukup hanya dengan imbauan moral, melainkan membutuhkan tindakan nyata.
Pemerintah didesak untuk melakukan beberapa langkah strategis:
- Memperkuat edukasi kesehatan reproduksi: Materi yang disampaikan di sekolah dan masyarakat harus ramah nilai, tidak vulgar, dan relevan dengan budaya Indonesia.
- Menyediakan layanan deteksi dini gratis dan rahasia: Puskesmas dan layanan primer harus memfasilitasi pemeriksaan sifilis tanpa biaya dan menjaga kerahasiaan pasien.
- Memperkuat ketahanan keluarga: Perlindungan anak dan remaja penting agar mereka memiliki nilai-nilai luhur dan lingkungan yang mendukung gaya hidup sehat.
- Membangun sinergi lintas sektor: Keterlibatan kementerian, lembaga, dan tokoh masyarakat dibutuhkan untuk gerakan sosial pencegahan IMS melalui pendekatan preventif dan kultural.
Pemerintah harus berperan aktif tidak hanya saat kasus meledak, tetapi jauh lebih penting, saat generasi muda membutuhkan panduan untuk hidup sehat dan bermartabat. Ini bukan hanya masalah kesehatan, tetapi menyangkut masa depan bangsa.