Serangan udara Amerika Serikat terhadap tiga fasilitas nuklir utama Iran telah meningkatkan ketegangan di Timur Tengah dan memicu kecaman keras dari Teheran. Fasilitas-fasilitas yang menjadi target, yaitu Natanz, Fordow, dan Isfahan, dibom dengan bom berdaya ledak tinggi, GBU-57A/B Massive Ordnance Penetrator (MOP).
Presiden AS memberikan pernyataan singkat setelah serangan, mengklaim bahwa fasilitas pengayaan nuklir Iran telah hancur total. Ia juga mengancam akan melakukan serangan lebih lanjut jika Iran tidak bersedia berdamai. Presiden AS menekankan pilihannya antara perdamaian atau "tragedi yang jauh lebih besar" bagi Iran.
Pihak Iran memastikan bahwa tidak ada bahan radioaktif di lokasi pengeboman. Menurut pejabat lembaga penyiaran Iran, bahan aktif yang berpotensi menyebabkan radiasi telah dievakuasi sebelum serangan.
Menteri Luar Negeri Iran mengutuk keras serangan AS dan menyebutnya sebagai tindakan "melanggar hukum dan kriminal" yang akan berdampak abadi. Ia menegaskan bahwa Iran memiliki hak untuk membela kedaulatannya sesuai dengan Piagam PBB.
Kementerian Luar Negeri Iran menuduh AS memulai "perang berbahaya" dan mengkhianati upaya diplomatik. Mereka menggambarkan tindakan AS sebagai pelanggaran Piagam PBB dan hukum internasional, serta menuntut pertanggungjawaban penuh atas konsekuensi dari "kejahatan keji" ini.
Iran mendesak PBB dan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) untuk segera mengambil tindakan atas serangan tersebut. Mereka juga meminta Dewan Keamanan PBB mengadakan sesi darurat untuk mengutuk agresi ini.
Menlu Iran menganggap serangan AS sebagai tindakan yang "tak termaafkan" dan mengatakan bahwa pintu diplomasi saat ini tertutup. Ia berpendapat bahwa AS telah membuktikan ketidakmampuannya dalam berdiplomasi dan hanya memahami bahasa ancaman dan kekerasan.
Menlu Iran menambahkan bahwa masyarakat internasional bertanggung jawab untuk menghentikan ancaman AS terhadap Iran, dan menegaskan bahwa program nuklir Iran sepenuhnya damai. Ia juga menyayangkan bahwa AS telah menghancurkan perjanjian nuklir sebelumnya dan mengganggu putaran terakhir perundingan dengan serangan militer.