Iran mengancam akan menutup Selat Hormuz sebagai respons atas serangan Amerika Serikat terhadap fasilitas nuklirnya. Jika ancaman ini menjadi kenyataan, dampaknya akan sangat besar bagi pasar energi global, khususnya bagi negara-negara pengimpor minyak.
Selat Hormuz adalah jalur vital yang dilalui sekitar 20,5 juta barel minyak mentah setiap hari, setara dengan sepertiga dari total perdagangan minyak dunia. Penutupan selat ini akan memicu krisis energi global.
Berikut adalah tiga negara yang akan paling terpukul jika Iran "mengunci" Selat Hormuz:
1. India
India adalah pengimpor minyak raksasa. Lebih dari 85% kebutuhan minyaknya dipenuhi dari impor, dan 60% lebih diantaranya berasal dari negara-negara Teluk yang mengekspor melalui Selat Hormuz. Penutupan Selat Hormuz akan menyebabkan lonjakan harga minyak domestik yang signifikan, memicu inflasi, dan memberikan tekanan fiskal yang besar. Rupiah berpotensi melemah akibat meningkatnya impor minyak yang dibayar dengan dolar AS. Pertumbuhan ekonomi India juga akan terhambat, terutama di sektor industri dan logistik. Sektor penerbangan dan manufaktur India dapat lumpuh jika pasokan energi terganggu. Cadangan minyak strategis India juga tidak cukup untuk mengatasi krisis energi yang berkepanjangan.
2. China
China adalah konsumen minyak terbesar di dunia, dengan konsumsi lebih dari 14 juta barel per hari. Sekitar 42% pasokan minyak China berasal dari kawasan Teluk dan melewati Selat Hormuz. Penutupan Selat Hormuz akan mengakibatkan krisis pasokan minyak dan LNG, lonjakan harga energi yang memperlambat pemulihan ekonomi pasca-pandemi, gangguan pada rantai pasok global, dan ketegangan sosial. Meskipun China memiliki cadangan energi strategis, gangguan yang berlangsung lebih dari dua minggu dapat memaksa pemerintah untuk mengambil kebijakan ekstrem, seperti pembatasan industri padat energi dan diplomasi agresif terhadap negara-negara penghasil minyak. Penutupan Selat Hormuz dapat mempercepat ketergantungan China pada jalur darat dan proyek Jalur Sutra Energi.
3. Jepang
Jepang hampir sepenuhnya bergantung pada impor minyak dan LNG. Lebih dari 90% pasokan minyak Jepang berasal dari Timur Tengah dan harus melewati Selat Hormuz. Penutupan Selat Hormuz akan menyebabkan pemadaman listrik nasional, gangguan pada industri otomotif dan manufaktur, kenaikan harga bahan bakar yang memicu protes sosial, dan dampak negatif pada perusahaan-perusahaan besar seperti Toyota, Sony, dan Mitsubishi. Selat Hormuz adalah jalur hidup ekonomi Jepang. Penutupannya dapat dianalogikan dengan menghilangkan oksigen dari Jepang. Akses fisik ke minyak dari Arab Saudi dan UEA tetap melalui Hormuz, yang menjadi titik kerentanan utama bagi Jepang.
Bagaimana dengan AS dan Negara Arab?
Amerika Serikat akan terdampak, tetapi tidak separah tiga negara di atas. AS kini menjadi pengekspor energi bersih, dan memiliki cadangan minyak yang besar (Strategic Petroleum Reserve). Namun, kenaikan harga minyak global akan memicu inflasi domestik.
Negara-negara Arab Teluk seperti Arab Saudi, UEA, Kuwait, dan Qatar juga akan mengalami kerugian besar. Mereka sangat bergantung pada ekspor minyak dan gas, yang 80-90% diantaranya melewati Selat Hormuz. Penutupan Selat Hormuz akan menyebabkan penurunan pendapatan negara, mengancam stabilitas ekonomi dan politik dalam negeri. Meskipun Arab Saudi dan UEA memiliki jalur pipa alternatif, kapasitasnya masih jauh di bawah total ekspor normal, sehingga tetap akan ada dampak signifikan.