IHSG Terjun Bebas Akibat Ketegangan Geopolitik Timur Tengah Mencekam

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan tajam pada perdagangan sesi II hari ini, Senin (23 Juni 2025). Pada pukul 14.58 WIB, indeks anjlok 2,24% atau 155 poin, mencapai level 6.752,09.

Sebanyak 565 saham mengalami penurunan, sementara hanya 106 saham yang menguat, dan 126 saham stagnan. Nilai transaksi menjelang penutupan perdagangan mencapai Rp 10,18 triliun, melibatkan 20,9 miliar saham dalam 1,12 juta transaksi.

Sebelumnya, IHSG juga sempat terkoreksi lebih dari 2% di awal perdagangan, namun berhasil sedikit memangkas kerugian menjadi -1,7% pada akhir sesi I.

Menurut pengamat pasar modal, sentimen negatif yang memicu penurunan tajam IHSG hari ini berasal dari kekhawatiran meningkatnya tensi geopolitik di Timur Tengah. Terlebih lagi, jika konflik ini melibatkan negara-negara besar lainnya.

Isu yang beredar menyebutkan bahwa Amerika Serikat mengklaim telah menghancurkan fasilitas nuklir Iran. Meskipun klaim ini dibantah oleh Iran, keterlibatan AS memicu kekhawatiran tambahan di kalangan investor.

Penurunan IHSG sejalan dengan sikap pelaku pasar yang cenderung menghindari risiko (risk-off) akibat berbagai kekhawatiran, terutama tensi geopolitik di Timur Tengah dan rilis data ekonomi yang mendukung kebijakan moneter ketat (hawkish) dari The Federal Reserve (The Fed).

Kabar yang beredar menyebutkan bahwa Presiden AS mengumumkan pasukannya telah menyerang tiga lokasi nuklir di Iran pada Sabtu malam (21 Juni 2025). Serangan ini diklaim sebagai operasi yang sangat sukses.

Keterlibatan AS dalam konflik Iran-Israel meningkatkan ketegangan geopolitik dan berpotensi meluas. Hal ini dapat mengundang intervensi dari negara-negara besar lainnya, seperti Rusia, China, dan negara-negara Eropa.

Di sisi lain, Iran membuka opsi untuk menutup Selat Hormuz. Keputusan final mengenai penutupan selat ini berada di tangan Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran dan Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei.

Selat Hormuz, yang memisahkan Iran dan Oman, merupakan jalur utama pengiriman minyak dari negara-negara di kawasan Teluk Persia. Selat ini menghubungkan Teluk Persia dengan laut lepas dan menjadi salah satu titik strategis terpenting dalam rantai pasokan minyak dunia.

Iran diketahui memiliki kontrol atas dua jalur pelayaran strategis yang vital bagi perdagangan minyak global, yaitu Selat Hormuz dan Laut Merah. Selat Hormuz menyalurkan sekitar 20% pasokan minyak dunia dan 30%-35% pasokan LNG global. Sementara itu, Laut Merah mengangkut sekitar 12% minyak dunia dan 6% LNG.

Kekhawatiran pasar semakin meningkat setelah Iran secara resmi mengumumkan penutupan Selat Hormuz. Akibatnya, beberapa pihak memproyeksikan harga minyak dapat melonjak hingga US$ 240 per barel jika 15 juta barel minyak per hari terganggu akibat penutupan tersebut.

Proyeksi lain menyebutkan harga minyak dapat menembus US$ 130 per barel dan memicu kenaikan inflasi di AS hingga 3,9% secara tahunan (yoy). Jika Selat Hormuz ditutup dalam waktu yang lama, harga minyak diperkirakan dapat melonjak di atas US$ 100 per barel.

Kenaikan harga minyak berdampak luas terhadap inflasi global, yang dapat menunda prospek penurunan suku bunga dan memperpanjang periode suku bunga tinggi.

Dengan demikian, outlook ekonomi saat ini cenderung risk-off, dan perhatian investor beralih ke aset yang sensitif terhadap sektor energi dan komoditas, serta aset safe haven seperti emas.

Harga minyak dunia telah melonjak 11% sejak konflik Iran vs Israel pecah pada 13 Juni 2025.

Scroll to Top