Pengambilan sampel HPV DNA secara mandiri menawarkan kenyamanan dan mengatasi rasa takut bagi wanita, yang pada gilirannya dapat meningkatkan partisipasi dalam program skrining kanker serviks. Metode ini menjadi solusi efektif untuk mencapai target eliminasi kanker serviks secara nasional.
Roche Indonesia menyatakan bahwa skrining mandiri HPV DNA memiliki beberapa keunggulan, termasuk mengurangi beban kerja tenaga kesehatan yang seringkali terbatas. Dengan partisipasi aktif wanita dalam pengambilan sampel, waktu yang dibutuhkan untuk proses skrining secara keseluruhan dapat dipersingkat.
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan menargetkan cakupan vaksinasi HPV pada anak perempuan di bawah 15 tahun sebesar 90%, skrining HPV DNA pada 75% perempuan usia 30-69 tahun, dan pengobatan bagi 90% perempuan yang terdeteksi memiliki lesi prakanker atau kanker serviks. Untuk mencapai target tersebut, dukungan terhadap pengambilan sampel mandiri sangat krusial.
Saat ini, Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Jhpiego, Biofarma, dan Roche dalam proyek percontohan skrining kanker serviks berbasis model hub-and-spoke di Jawa Timur. Model ini mengintegrasikan pengambilan sampel mandiri untuk menjangkau lebih banyak wanita, terutama di daerah dengan populasi rendah. Proyek ini menargetkan 5.500 perempuan di Surabaya dan 923 perempuan di Sidoarjo.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya menyambut baik penunjukan Surabaya sebagai lokasi proyek percontohan ini. Beliau berharap model ini dapat direplikasi di daerah lain di seluruh Indonesia.
Meskipun demikian, terdapat tantangan dalam mendorong partisipasi masyarakat, seperti stigma dan kurangnya izin dari suami. Oleh karena itu, edukasi kepada perempuan dan pasangan mereka sangat penting. Selain itu, pasien juga perlu diingatkan tentang persyaratan sebelum tes HPV DNA, seperti tidak berhubungan seksual selama dua hari sebelum tes, tidak sedang menstruasi, dan tidak menggunakan produk pembersih vagina.