Taman Safari Indonesia tengah menjadi sorotan setelah adanya pengakuan dari mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) terkait dugaan penyiksaan dan eksploitasi di masa lalu. Sorotan ini mengarah pada keluarga Manansang, pendiri dari Taman Safari Indonesia.
Kisah perjuangan keluarga Manansang dalam membangun Taman Safari diabadikan dalam buku biografi "Tiga Macan Safari: Kisah Sirkus Ngamen Sebelum Permanen". Buku ini mengisahkan bagaimana Hadi Manansang dan ketiga putranya, Jansen Manansang, Frans Manansang, dan Tony Sumampu, merintis kebun binatang dengan konsep taman safari yang luas, memberikan lingkungan alami bagi satwa.
Pada tahun 1970-an, saat kebun binatang di Indonesia mengalami kesulitan dana, keluarga Manansang berinisiatif melestarikan satwa-satwa yang mereka pelihara dengan kasih sayang, berawal dari Oriental Circus Indonesia. Mereka kemudian mendirikan Lembaga Konservasi Taman Safari Indonesia di Cisarua, Bogor.
Kecintaan keluarga Manansang pada dunia binatang dan perjuangan mereka selama lebih dari 50 tahun menjadi inti dari kisah Taman Safari. Taman Safari kemudian berkembang dengan membuka unit-unit lain di berbagai daerah, termasuk Taman Safari Indonesia II di Pringen, Jawa Timur, Bali Safari & Marine Park di Gianyar, Batang Dolphin Center, dan Jakarta Aquarium.
Meskipun kepemilikan dan pengelolaan Taman Safari Indonesia saat ini melibatkan generasi penerus dan struktur perusahaan yang lebih kompleks, keluarga Manansang tetap memegang peranan penting. Jansen Manansang bahkan menerima penghargaan sebagai Father of Wildlife Conservation. Generasi ketiga, Willem Manansang, putra Jansen Manansang, juga terlibat dalam pengelolaan Taman Safari Indonesia Group.
Kontroversi terkait dugaan eksploitasi mantan pemain sirkus OCI, bagaimanapun, menodai citra keluarga Manansang dan Taman Safari Indonesia. Hal ini menuntut adanya klarifikasi dan tindakan nyata untuk memastikan kesejahteraan satwa dan para pekerja di bawah naungan Taman Safari Indonesia Group.