Jakarta, 23 Juni 2025 – Nilai tukar rupiah menghadapi tekanan berat terhadap dolar AS pada Senin pagi, menembus level Rp 16.430 dan terus melemah hingga Rp 16.455 pada pukul 09.24 WIB. Pelemahan ini dipicu oleh sentimen risk-off global menyusul serangan Amerika Serikat terhadap fasilitas nuklir Iran, menandakan keterlibatan langsung AS dalam konflik tersebut.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter & Aset Sekuritas Bank Indonesia (BI) menjelaskan bahwa sentimen risk-off ini mendorong investor untuk mencari aset yang lebih aman (flight to quality). Akibatnya, mata uang negara maju seperti Euro, Pound Sterling, dan Yen Jepang, serta mata uang regional seperti Won Korea, Ringgit Malaysia, dan Peso Filipina, ikut melemah terhadap dolar AS.
Indeks saham futures AS dan indeks saham regional seperti Nikkei, Kospi, dan Straits Times juga mengalami penurunan.
Untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sejalan dengan fundamental ekonomi dan pergerakan mata uang regional, BI akan terus melakukan intervensi melalui transaksi Non-Deliverable Forward (NDF) di pasar luar negeri, serta transaksi spot dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) di pasar domestik. Selain itu, BI juga akan melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.
Kepala Ekonom Bank Permata memprediksi tekanan terhadap rupiah akan semakin meningkat. Sejak serangan awal di pertengahan Juni, rupiah telah melemah sekitar 0,9% atau 150 poin. Meningkatnya permintaan dolar AS sebagai aset safe haven dan melonjaknya harga minyak dunia menjadi penyebab utama kondisi ini.
Setiap kenaikan harga minyak mentah Indonesia (ICP) sebesar USD 1 di atas asumsi APBN (US$ 82 per barel) akan menambah beban anggaran sekitar Rp7 triliun, berpotensi memperlebar defisit anggaran mendekati batas 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Hal ini dapat meningkatkan risiko fiskal dan memperburuk defisit transaksi berjalan (CAD).
Ketegangan geopolitik yang meningkat juga memperkuat posisi dolar AS, yang pada gilirannya menekan nilai tukar rupiah. Analisis menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah berpotensi bergerak dalam kisaran Rp16.350-Rp16.500 per dolar AS jika konflik terus berlanjut atau eskalasi semakin intensif.
Secara keseluruhan, konflik Timur Tengah yang memanas menyebabkan volatilitas tinggi dengan kecenderungan tekanan negatif pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam jangka pendek. Rupiah menghadapi tekanan pelemahan akibat kombinasi dampak fiskal, inflasi impor yang meningkat, dan sentimen risiko global yang negatif.
Pemerintah dan otoritas moneter perlu mengambil langkah antisipatif, termasuk penguatan cadangan devisa melalui kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang lebih efektif, intervensi pasar yang hati-hati oleh Bank Indonesia, serta mitigasi fiskal untuk menjaga stabilitas ekonomi domestik di tengah gejolak global.