Serangan udara yang dilancarkan Amerika Serikat terhadap fasilitas nuklir Iran memicu kekhawatiran global akan potensi Perang Dunia 3. Respons Iran terhadap serangan ini, khususnya kemungkinan penutupan atau gangguan pelayaran di Selat Hormuz, menjadi perhatian utama. Selat sempit ini adalah jalur vital bagi perdagangan minyak dunia, sehingga dampaknya bisa sangat luas.
Iran telah menegaskan bahwa mereka akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk membela diri. Ancaman penutupan Selat Hormuz, yang merupakan jalur bagi sekitar 25% perdagangan minyak global, dapat memicu lonjakan harga minyak dan guncangan ekonomi internasional.
Kerentanan Strategis Selat Hormuz
Selat Hormuz, dengan panjang sekitar 161 kilometer dan lebar tersempit hanya 33,8 kilometer, merupakan titik rawan. Kedekatannya dengan garis pantai Iran membuat kapal-kapal dagang yang melintas sangat rentan terhadap serangan rudal atau ranjau laut. Setiap harinya, hampir 20 juta barel minyak mentah dan kondensat melewati selat ini. Selain itu, jalur ini juga krusial bagi distribusi gas alam cair (LNG), terutama dari Qatar.
Respons AS dan Sekutu di Masa Lalu
Amerika Serikat dan sekutunya telah beberapa kali merespons ancaman terhadap pelayaran di Selat Hormuz. Pada masa "Perang Tanker" (1980-1988), Angkatan Laut AS mengawal kapal-kapal tanker di Teluk Persia. Pada tahun 2019, AS mengirim kapal induk dan pengebom B-52 ke wilayah tersebut, serta membentuk operasi pengamanan maritim internasional.
Namun, belakangan fokus pengamanan bergeser ke Laut Merah karena meningkatnya serangan milisi Houthi. Menteri Luar Negeri AS bahkan telah meminta bantuan China, mengingat ketergantungan negara tersebut pada Selat Hormuz untuk pasokan minyak mereka.
Ketergantungan Global pada Selat Hormuz
Meskipun beberapa negara seperti Arab Saudi dan UEA memiliki jalur alternatif untuk ekspor minyak, negara-negara seperti Kuwait, Qatar, Bahrain, dan Irak sangat bergantung pada Selat Hormuz. Bahkan Iran sendiri masih mengandalkan selat ini untuk ekspor minyaknya.
Iran telah berulang kali menggunakan taktik non-konvensional untuk menunjukkan ketidakpuasan terhadap tekanan asing, seperti penyitaan kapal-kapal dagang. Meskipun demikian, Iran belum pernah secara resmi menutup Selat Hormuz, bahkan saat menghadapi sanksi berat.
Meskipun Iran belum pernah benar-benar menutup Selat Hormuz. Bahkan ketika menghadapi sanksi berat pada 2011, Iran hanya mengancam tanpa menindaklanjuti.