Rencana pemerintah untuk mengadakan retret bagi para Sekretaris Daerah (Sekda) di Akademi Militer (Akmil) Magelang menuai kritik dari berbagai pengamat. Inisiatif ini dinilai kurang mendesak dan berpotensi memboroskan anggaran negara.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Herman Suparman, berpendapat bahwa Sekda sebagai Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) sudah memiliki pengalaman dan pelatihan yang memadai selama karier mereka. Menurutnya, forum-forum nasional sudah cukup untuk memberikan pembekalan terkait materi atau kebijakan penting.
Senada dengan hal tersebut, Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia Ray Rangkuti mempertanyakan efektivitas retret, terutama setelah melihat beberapa kepala daerah yang pernah mengikuti retret justru mengeluarkan kebijakan yang bertentangan dengan pemerintah pusat. Ia mencontohkan kebijakan masuk sekolah pukul 06.00 pagi yang sempat diterapkan oleh Gubernur Jawa Barat. Ray juga mengkritik gaya militer dalam retret, yang menurutnya tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat akan pemerintahan yang mau mendengar dan berdialog.
Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Misbah Hasan, menambahkan bahwa di tengah upaya efisiensi anggaran, retret bagi Sekda seharusnya tidak perlu dilakukan. Ia berpendapat kepala daerah seharusnya bertanggung jawab untuk menyampaikan materi-materi hasil retret kepada jajarannya.
Pengamat kebijakan publik, Trubus Rahadiansyah, juga menilai retret ini sebagai pemborosan anggaran yang tidak memiliki urgensi. Ia menyarankan agar pemerintah tidak menggunakan dana dari APBN untuk kegiatan tersebut, melainkan mencari alternatif pendanaan seperti kemitraan publik-swasta. Trubus menegaskan bahwa APBN seharusnya digunakan untuk hal-hal yang berdampak langsung pada masyarakat.