Kanker hati menjadi ancaman kesehatan yang serius di Indonesia. Penyakit ini sering disebut sebagai "silent killer" karena gejalanya kerap tidak terasa hingga stadium lanjut, mengurangi peluang kesembuhan secara drastis. Namun, risiko kanker hati dapat ditekan dengan deteksi awal dan perubahan gaya hidup yang signifikan.
Data terkini dari Global Cancer Observatory (GLOBOCAN) 2022 menunjukkan peningkatan kasus kematian akibat kanker hati di Indonesia, mencapai 23.383 kasus, melonjak dari 19.721 kematian pada tahun 2020. Dengan angka kematian standar 7,9 per 100.000 penduduk, kanker hati menduduki peringkat kelima sebagai jenis kanker yang paling sering terjadi dan peringkat keempat sebagai penyebab utama kematian akibat kanker di Indonesia.
Jenis dan Faktor Risiko Kanker Hati
Kanker hati terbagi menjadi dua kategori utama: primer dan sekunder. Karsinoma hepatoseluler (HCC), yang berasal dari sel-sel utama hati (hepatosit), merupakan jenis primer yang paling umum. Sementara itu, kanker hati sekunder terjadi ketika kanker dari organ lain, seperti usus besar, paru-paru, atau payudara, menyebar ke hati.
Beberapa faktor risiko utama yang dapat memicu kanker hati meliputi infeksi Hepatitis B dan C, sirosis hati, konsumsi alkohol berlebihan, serta perlemakan hati (fatty liver) yang semakin umum.
"Kematian pasien kanker hati seringkali disebabkan oleh sirosis hati (pengerasan hati), yang dapat menyebabkan gagal hati dan pendarahan internal yang berujung pada kematian,"
Paparan aflatoksin, senyawa beracun dari jamur yang tumbuh pada makanan yang disimpan dalam kondisi lembap seperti jagung dan kacang-kacangan, juga merupakan faktor risiko yang signifikan.
Deteksi Dini adalah Kunci
Deteksi dini menjadi tantangan tersendiri karena gejala kanker hati seringkali baru muncul ketika penyakit sudah memasuki stadium lanjut. Gejala yang umum meliputi kelelahan ekstrem, mual, nyeri di perut kanan atas, kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan drastis, pembesaran perut, serta kulit dan mata menguning (penyakit kuning).
Bagi kelompok berisiko tinggi, seperti pembawa virus hepatitis B atau pasien sirosis, disarankan untuk menjalani ultrasonografi abdomen dan tes darah secara teratur setiap enam bulan. Tes diagnostik lainnya meliputi CT scan atau MRI dengan kontras, serta tes penanda tumor seperti alfa-fetoprotein (AFP) dan PIVKA-II.
WHO menyatakan bahwa diagnosis kanker hati dapat ditegakkan tanpa biopsi jika hasil pencitraan dan laboratorium menunjukkan pola kanker hati yang khas, meskipun biopsi tetap direkomendasikan pada kasus-kasus tertentu.
Pilihan Perawatan yang Tersedia
Pengobatan kanker hati sangat bergantung pada stadium penyakit dan kondisi kesehatan pasien. Beberapa metode pengobatan yang tersedia meliputi:
- Tahap Awal: Operasi pengangkatan tumor atau transplantasi hati untuk meningkatkan harapan hidup.
- Tahap Menengah: Transarterial Chemoembolization (TACE), yaitu menyuntikkan obat langsung ke dalam tumor. Terapi radiasi yang terlokalisasi seperti Selective Internal Radiation Therapy (SIRT) atau Transarterial Radioembolization (TARE).
- Tahap Lanjut: Terapi sistemik seperti imunoterapi dan terapi target, yang dapat memperpanjang usia dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
Pendekatan multidisiplin, di mana tim dokter dari berbagai bidang seperti onkologi, hepatologi, dan pembedahan bekerja sama untuk menyusun strategi pengobatan yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing pasien, menjadi standar dalam penanganan kanker hati.
Pencegahan adalah Strategi Utama
Pencegahan tetap menjadi strategi utama dalam mengurangi insiden kanker hati. Vaksinasi Hepatitis B terbukti efektif dalam mengurangi insiden kanker hati di negara-negara dengan prevalensi tinggi. Selain itu, perubahan gaya hidup berikut ini dapat menurunkan risiko kanker hati:
- Diet Mediterania: Kaya akan ikan, sayur, kacang-kacangan, dan minyak zaitun, terbukti menurunkan risiko kanker, termasuk kanker usus dan hati.
- Konsumsi Kopi: Dua cangkir atau lebih per hari dikaitkan dengan penurunan risiko kanker hati hingga 43 persen.
- Asupan Omega-3: Dari ikan laut menunjukkan penurunan risiko sebesar 36 persen.
- Olahraga Teratur: Minimal 150 menit per minggu, membantu menurunkan risiko berbagai jenis kanker.
- Hindari Alkohol dan Rokok: Bagi pembawa Hepatitis B, sangat disarankan untuk sama sekali tidak mengonsumsi alkohol.
- Suplemen Tertentu: Seperti vitamin D, aspirin, dan obat diabetes seperti metformin, diketahui memberikan efek perlindungan terhadap kanker hati.
- Jaga Berat Badan dan Pola Tidur Sehat: Serta perhatikan kesehatan gigi secara rutin.
Diet anti-inflamasi yang menekankan konsumsi sayur, buah, ikan berlemak, kacang-kacangan, dan biji-bijian juga penting. Sebaliknya, hindari makanan pro-inflamasi seperti daging olahan, makanan tinggi gula, dan karbohidrat olahan yang justru meningkatkan risiko kanker.