Ketegangan Meningkat: AS Desak China Bujuk Iran Terkait Selat Hormuz

WASHINGTON, KOMPAS.TV – Situasi di Timur Tengah kembali memanas. Amerika Serikat (AS) meningkatkan tekanan terhadap Iran dengan melancarkan serangan ke fasilitas nuklir negara tersebut, memicu reaksi keras dari Teheran. Sebagai respons, Iran mengancam akan menutup Selat Hormuz, jalur vital bagi pengiriman minyak dunia.

Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, secara terbuka meminta China untuk menggunakan pengaruhnya dan membujuk Iran agar tidak menutup Selat Hormuz. Permintaan ini muncul setelah parlemen Iran menyetujui rencana penutupan tersebut, meskipun keputusan akhir berada di tangan Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran.

Penutupan Selat Hormuz akan berdampak signifikan pada ekonomi global, terutama bagi China yang merupakan pembeli minyak terbesar dari Iran. Hubungan dekat antara Beijing dan Teheran menjadikan China sebagai pihak yang potensial untuk meredakan ketegangan ini.

Serangan AS ke fasilitas nuklir Iran pada Minggu (22/6/2025) telah mendorong harga minyak dunia melonjak ke level tertinggi dalam lima bulan terakhir. Rubio menekankan bahwa penutupan Selat Hormuz akan menjadi "bunuh diri ekonomi" bagi Iran dan akan merugikan banyak negara.

Selat Hormuz merupakan jalur strategis yang dilalui sekitar 20 persen pasokan minyak dunia. Negara-negara produsen minyak dan gas utama di Timur Tengah sangat bergantung pada jalur ini untuk mengirimkan energi mereka ke seluruh dunia. Gangguan terhadap operasi di Selat Hormuz berpotensi memicu lonjakan harga minyak global yang signifikan.

Kepala Penelitian Energi MST Financial menyatakan bahwa AS telah memperkuat posisi pertahanannya di kawasan tersebut sebagai persiapan menghadapi kemungkinan serangan balasan dari Iran. Namun, risiko eskalasi lebih lanjut tetap menjadi perhatian utama yang dapat mempengaruhi harga minyak dunia secara dramatis.

Scroll to Top